AB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG PENELITIAN
Kejadian dispepsia cukup sering ditemui dokter d alam menjalankan
profesinya sehari-hari (1,2,3). Kejadian dispepsia juga bervariasi dari berbagai tulisan,
hal ini disebabkan karena ketidaksamaan terminologi dari berbagai sentra (2).
Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa keluhan nyeri, perasaan tida k enak
perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan seperti rasa
penuh saat makan, cepat kenyang, kembung, sendawa, anoreksia, mual, muntah,
nyeri belakang sternum (heart burn), regurgitasi (1,4).
Berdasarkan ada tidaknya penyebab dan kelompok gejala maka dispepsia
dibagi atas dispepsia organik dan dispepsia fungsional. Dikatakan dispepsia organik
apabila penyebab dispepsia sudah jelas, misalnya adanya ulkus peptikum, karsinoma
lambung, kholelithiasis, yang bisa ditemukan secara mud ah. Dan dikatakan dispepsia
fungsional apabila penyebabnya tidak diketahui atau tidak didapati kelainan pada
pemeriksaan gastroenterologi konvensional, atau tidak ditemukan adanya kerusakan
organik dan penyakit-penyakit sistemik (1,2,4). Heyse (1994) memperkirakan di United
Kingdom, dispepsia yang ditemui dokter umum sampai 25 % sementara oleh
gastroenterohepatologist sampai 70 %. Kejadian dispepsia fungsional 6 – 10 kali
kejadian tukak peptik dan ini merupakan beban bagi gastroenterohepatologist (2).
Penelitian yang dilakukan Mudjadid dan Manan mendapatkan 40 % kasus dispepsia
disertai dengan gangguan kejiwaan dalam bentuk anxietas, depresi atau kombinasi
keduanya (4).
Dispepsia mungkin merupakan gejala awal dari penyakit gawat, misalnya
tukak peptik, kholelitiasis atau karsinoma lambung, tetapi sering juga pada penderita
tidak ditemukan kerusakan organ (5).
Akibat gangguan pikiran, kelelahan karena terlalu banyak bekerja dan
problem keuangan juga bisa menimbulkan keluhan dispepsia (5).
Sudah sejak beber apa ratus tahun sebelum masehi, para ahli Socrates dan
Hypocrates, yang menyebutkannya melancholi dan mengakui bahwa faktor psikis
berperan penting pada kejadian dan perjalanan penyakit seseorang (6,10,11) .
Walaupun kemudian mengalami perkembangan (sesuai alam fikiran pada
zamannya), namun akhirnya para ahli yakin bahwa patologi suatu penyakit tidak
hanya terletak pada sel atau jaringan saja, tetapi terletak pada organisme yang
hidup dan kehidupan, tidak ditentukan oleh faktor biologis semata, tetapi erat sekali
hubungannya dengan faktor -faktor lingkungan yaitu lingkungan bio -sosio-kultural
dan agama (6).
Faktor faktor biologis (somatis), psikis dan lingkungan masing -masing
mempunyai interrelasi dan interaksi yang dinamis dan terus menerus, yang dalam
keadaan normal atau sehat keduanya dalam keadaan seimbang. Jika ada gangguan
dalam satu segi, maka akan mempengaruhi pada segi atau lingkungan yang lainnya
dan sebaliknya (6) . Jadi jelaslah bahwa setiap penyakit memiliki aspek somatis,
©2003 Digitized by USU digital library 2
psikis dan lingkungan bio-sosio-kulturil dan bahkan agama. Dengan demikian konsep
monokausal dari suatu penyakit sudah tidak dianut lagi (6) .
Pengetahuan tentang hubungan antara jiwa dan badan terus berkembang
sampai akhir abad ke dua puluh ini, baik melalui pendekatan psiko analisa maupun
bukti-bukti yang didapat dengan hasil penelitian modern (6).
Inilah sebabnya keadaan depresi walaupun hal tersebut merupakan gangguan
emosi, akan tetapi terdapat pula gangguan somatik (7) .
Pasien-pasien ini sering datang menghubungi dok ter-dokter non psychiatrist
dengan keluhan somatiknya, yang paling sering mempengaruhi saraf pusat, saluran
pencernaan, kardiovaskuler, atau sistem muskuloskeletal (8) .
Wright mengatakan bahwa lebih dari 40 % pasien depresi, pada awalnya
muncul dengan ke luhan somatik dari pada simtom psikologi dan selalu tidak
bertingkah laku seperti pasien depresi (9).
Pasien-pasien depresi yang tidak diketahui ini, dikatakan kurang
mengeluhkan keadaan depresinya, tetapi dengan keluhan penyakit -penyakit fisik
akan memperberat depresinya (9). Whilist mengatakan mereka menutupi depresinya
dengan banyaknya keluhan -keluhan somatiknya (9). Yang harus kita pikirkan pada
pasien-pasien dengan keluhan tersebut adalah :
a. Masalah mungkin murni psikis yang diekspresikannya.
a. Mungkin ada sedikit kelainan organik yang bertumpang tindih dengan faktor
psikis.
a. Beberapa pasien yang jelas ada kelainan organik, mungkin memiliki sedikit
masalah psikis (15).
Diagnosis depresi dibuat dengan menegakkan tidak dijumpainya gangguan organik
yang menjelaskan keluhan fisik dan didapatinya tanda -tanda vegetatif yang selalu
dijumpai pada pasien depresi (8).
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Pada praktek kedokteran umum sering ditemukan kasus depresi dengan
berbagai manisfestasi (3). Tidak jarang mereka datang denga n berbagai keluhan fisik
(somatis), seperti sakit kepala, nafsu makan hilang, letih, lesu, tidak bersemangat,
konstipasi, nausea, jantung berdebar -debar, kurang konsentrasi, sukar tidur dan
sebagainya (10,12,14). Bila diadakan pemeriksaan lebih lanjut, bia sanya keluhan
tersebut jarang sekali disertai penemuan kelainan organik (3,12).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Johnsen R, dan kawan -kawan terhadap
pasien dispepsia non ulkus dan ulkus peptik melaporkan bahwa ulkus peptik dan
dispepsia non ulkus sang at berbeda hubungannya dengan psikologi, sosial,
kebiasaan hidup dan diet. Ulkus peptik berhubungan dengan usia, riwayat keluarga
menderita ulkus dan merokok (16,18). Kebalikannya pada dispepsia non ulkus
menunjukkan hubungan dengan faktor psikologi dan ko ndisi-kondisi sosial.
Perbedaan diantara dispepsia ulkus dan dispepsia non ulkus, mungkin pada etiologi,
oleh karena itu secara klinis yang bermakna, disebutkan pengobatan pada pasien
dispepsia nonulkus berbeda dari pengobatan dispepsia dengan ulkus yang t radisional (16).
Demikian juga Haug TT, dan kawan -kawannya yang membandingkan
peristiwa-peristiwa dalam kehidupan dan stress pada pasien dispepsia fungsional dan
pasien ulkus yang diteliti dimana sebelumnya pasien -pasien tersebut
mengalamiperistiwa-peristiwa ketegangan (stress) dalam kehidupan selama 6 bulan
sebelumnya. Ditemukan pasien -pasien dengan dispepsia fungsional mempunyai
tingkat yang lebih tinggi keadaan kecemasannya, psikopathologi, depresi dan
keluhan somatik yang berbeda -beda ( lebih somatisas i) daripada pasien dispepsia
dengan ulkus (16,17,18). Dan mereka juga merasa kurang puas terhadap pelayanan
©2003 Digitized by USU digital library 3
kesehatan, dan gangguan ini sangat mempengaruhinya secara negatif terhadap
kualitas hidup dan pada pengukuran kesehatannya secara global adalah buru k (19).
Dari uraian diatas dapat dilakukan identifikasi masalah sebagai berikut :
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG PENELITIAN
Kejadian dispepsia cukup sering ditemui dokter d alam menjalankan
profesinya sehari-hari (1,2,3). Kejadian dispepsia juga bervariasi dari berbagai tulisan,
hal ini disebabkan karena ketidaksamaan terminologi dari berbagai sentra (2).
Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa keluhan nyeri, perasaan tida k enak
perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan seperti rasa
penuh saat makan, cepat kenyang, kembung, sendawa, anoreksia, mual, muntah,
nyeri belakang sternum (heart burn), regurgitasi (1,4).
Berdasarkan ada tidaknya penyebab dan kelompok gejala maka dispepsia
dibagi atas dispepsia organik dan dispepsia fungsional. Dikatakan dispepsia organik
apabila penyebab dispepsia sudah jelas, misalnya adanya ulkus peptikum, karsinoma
lambung, kholelithiasis, yang bisa ditemukan secara mud ah. Dan dikatakan dispepsia
fungsional apabila penyebabnya tidak diketahui atau tidak didapati kelainan pada
pemeriksaan gastroenterologi konvensional, atau tidak ditemukan adanya kerusakan
organik dan penyakit-penyakit sistemik (1,2,4). Heyse (1994) memperkirakan di United
Kingdom, dispepsia yang ditemui dokter umum sampai 25 % sementara oleh
gastroenterohepatologist sampai 70 %. Kejadian dispepsia fungsional 6 – 10 kali
kejadian tukak peptik dan ini merupakan beban bagi gastroenterohepatologist (2).
Penelitian yang dilakukan Mudjadid dan Manan mendapatkan 40 % kasus dispepsia
disertai dengan gangguan kejiwaan dalam bentuk anxietas, depresi atau kombinasi
keduanya (4).
Dispepsia mungkin merupakan gejala awal dari penyakit gawat, misalnya
tukak peptik, kholelitiasis atau karsinoma lambung, tetapi sering juga pada penderita
tidak ditemukan kerusakan organ (5).
Akibat gangguan pikiran, kelelahan karena terlalu banyak bekerja dan
problem keuangan juga bisa menimbulkan keluhan dispepsia (5).
Sudah sejak beber apa ratus tahun sebelum masehi, para ahli Socrates dan
Hypocrates, yang menyebutkannya melancholi dan mengakui bahwa faktor psikis
berperan penting pada kejadian dan perjalanan penyakit seseorang (6,10,11) .
Walaupun kemudian mengalami perkembangan (sesuai alam fikiran pada
zamannya), namun akhirnya para ahli yakin bahwa patologi suatu penyakit tidak
hanya terletak pada sel atau jaringan saja, tetapi terletak pada organisme yang
hidup dan kehidupan, tidak ditentukan oleh faktor biologis semata, tetapi erat sekali
hubungannya dengan faktor -faktor lingkungan yaitu lingkungan bio -sosio-kultural
dan agama (6).
Faktor faktor biologis (somatis), psikis dan lingkungan masing -masing
mempunyai interrelasi dan interaksi yang dinamis dan terus menerus, yang dalam
keadaan normal atau sehat keduanya dalam keadaan seimbang. Jika ada gangguan
dalam satu segi, maka akan mempengaruhi pada segi atau lingkungan yang lainnya
dan sebaliknya (6) . Jadi jelaslah bahwa setiap penyakit memiliki aspek somatis,
©2003 Digitized by USU digital library 2
psikis dan lingkungan bio-sosio-kulturil dan bahkan agama. Dengan demikian konsep
monokausal dari suatu penyakit sudah tidak dianut lagi (6) .
Pengetahuan tentang hubungan antara jiwa dan badan terus berkembang
sampai akhir abad ke dua puluh ini, baik melalui pendekatan psiko analisa maupun
bukti-bukti yang didapat dengan hasil penelitian modern (6).
Inilah sebabnya keadaan depresi walaupun hal tersebut merupakan gangguan
emosi, akan tetapi terdapat pula gangguan somatik (7) .
Pasien-pasien ini sering datang menghubungi dok ter-dokter non psychiatrist
dengan keluhan somatiknya, yang paling sering mempengaruhi saraf pusat, saluran
pencernaan, kardiovaskuler, atau sistem muskuloskeletal (8) .
Wright mengatakan bahwa lebih dari 40 % pasien depresi, pada awalnya
muncul dengan ke luhan somatik dari pada simtom psikologi dan selalu tidak
bertingkah laku seperti pasien depresi (9).
Pasien-pasien depresi yang tidak diketahui ini, dikatakan kurang
mengeluhkan keadaan depresinya, tetapi dengan keluhan penyakit -penyakit fisik
akan memperberat depresinya (9). Whilist mengatakan mereka menutupi depresinya
dengan banyaknya keluhan -keluhan somatiknya (9). Yang harus kita pikirkan pada
pasien-pasien dengan keluhan tersebut adalah :
a. Masalah mungkin murni psikis yang diekspresikannya.
a. Mungkin ada sedikit kelainan organik yang bertumpang tindih dengan faktor
psikis.
a. Beberapa pasien yang jelas ada kelainan organik, mungkin memiliki sedikit
masalah psikis (15).
Diagnosis depresi dibuat dengan menegakkan tidak dijumpainya gangguan organik
yang menjelaskan keluhan fisik dan didapatinya tanda -tanda vegetatif yang selalu
dijumpai pada pasien depresi (8).
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Pada praktek kedokteran umum sering ditemukan kasus depresi dengan
berbagai manisfestasi (3). Tidak jarang mereka datang denga n berbagai keluhan fisik
(somatis), seperti sakit kepala, nafsu makan hilang, letih, lesu, tidak bersemangat,
konstipasi, nausea, jantung berdebar -debar, kurang konsentrasi, sukar tidur dan
sebagainya (10,12,14). Bila diadakan pemeriksaan lebih lanjut, bia sanya keluhan
tersebut jarang sekali disertai penemuan kelainan organik (3,12).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Johnsen R, dan kawan -kawan terhadap
pasien dispepsia non ulkus dan ulkus peptik melaporkan bahwa ulkus peptik dan
dispepsia non ulkus sang at berbeda hubungannya dengan psikologi, sosial,
kebiasaan hidup dan diet. Ulkus peptik berhubungan dengan usia, riwayat keluarga
menderita ulkus dan merokok (16,18). Kebalikannya pada dispepsia non ulkus
menunjukkan hubungan dengan faktor psikologi dan ko ndisi-kondisi sosial.
Perbedaan diantara dispepsia ulkus dan dispepsia non ulkus, mungkin pada etiologi,
oleh karena itu secara klinis yang bermakna, disebutkan pengobatan pada pasien
dispepsia nonulkus berbeda dari pengobatan dispepsia dengan ulkus yang t radisional (16).
Demikian juga Haug TT, dan kawan -kawannya yang membandingkan
peristiwa-peristiwa dalam kehidupan dan stress pada pasien dispepsia fungsional dan
pasien ulkus yang diteliti dimana sebelumnya pasien -pasien tersebut
mengalamiperistiwa-peristiwa ketegangan (stress) dalam kehidupan selama 6 bulan
sebelumnya. Ditemukan pasien -pasien dengan dispepsia fungsional mempunyai
tingkat yang lebih tinggi keadaan kecemasannya, psikopathologi, depresi dan
keluhan somatik yang berbeda -beda ( lebih somatisas i) daripada pasien dispepsia
dengan ulkus (16,17,18). Dan mereka juga merasa kurang puas terhadap pelayanan
©2003 Digitized by USU digital library 3
kesehatan, dan gangguan ini sangat mempengaruhinya secara negatif terhadap
kualitas hidup dan pada pengukuran kesehatannya secara global adalah buru k (19).
Dari uraian diatas dapat dilakukan identifikasi masalah sebagai berikut :