Isikan Kata Kunci Untuk Memudahkan Pencarian

Seksualitas Pada Lanjut Usia Ditinjau Dari Budaya Jawa

BAB I

PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Masalah

Seiring dengan keadaan masyarakat yang dapat memenuhi gizinya dan

sekaligus mengalami peningkatan kesehatan secara konsisten membawa dampak pada

peningkatan harapan hidup, sehingga orang yang mencapai lanjut usia bertambah

banyak. Jumlah lanjut usia di Indonesia tahun 2000 adalah 7,6 % dari populasi atau

sekitar 15 juta dari 210 juta penduduk Indonesia (Setiabudi, 2001).

Masa tua merupakan suatu kurun waktu pertumbuhan yang penting bagi

banyak orang. Secara individu, pada lanjut usia terjadi penuaan secara alamiah, yang

akan menimbulkan masalah fisik, mental, sosial, ekonomi, dan psikologi, sehingga

membutuhkan perhatian tersendiri. Menurut pendapat Monks dkk (2001) bahwa

lanjut usia juga membutuhkan kehangatan, dihargai, hubungan sosial, dan seks.

Tugas perkembangan dan adaptasi bagi lanjut usia meliputi bergelut dengan keadaan

teman, penyesuaian terhadap pengaturan kehidupan sehari-hari, penyesuaian terhadap

masa pensiun, mengatasi keadaan dengan pendapatan yang menurun, bergelut dengan

perubahan-perubahan peran sosial, memanfaatkan waktu senggang yang ada dengan

baik, penyesuaian terhadap fungsi seksualitas dan fisik, serta menerima kenyataan

akan kematian yang tidak terelakkan (Hurlock, 1999).

Kehidupan manusia tidak akan lepas dari masalah seksualitas. Seksualitas

meliputi seluruh perasaan, hubungan antar manusia, serta komunikasi antar pasangan

sehingga tidak dibatasi oleh sekedar keadaan fisik seseorang. Seksualitas adalah

aspek penting dalam kehidupan, yang mempengaruhi cara kita memperlihatkan kasih

sayang, menilai diri sendiri dan berhubungan dengan orang lain. Seksualitas

didasarkan atas nilai-nilai pribadi yang amat dalam yang kita pelajari dari orang tua,

agama, dan diri kita sendiri (www.infokes.com).

Seksualitas dipengaruhi oleh klimaterik. Klimaterik terjadi pada pria dan

wanita, klimaterik pada pria mempunyai dua efek umum. Pertama, terjadi penyusutan

atau penurunan ciri-ciri seks sekunder. Misalnya perubahan suara, titik nada suara

meninggi, rambut pada wajah dan badan berkurang keindahannya, dan kekerasan otot

secara umum menurun. Kedua, klimakterik pada pria mempengaruhi fungsi seksual.

Walaupun potensi seksual telah menurun, tetapi tidak berarti bahwa keinginan untuk

melakukan hubungan seksual juga menurun. Klimakterik pada wanita, biasa disebut

menopause, yaitu masa berhentinya haid membawa banyak perubahan pada fisik

seorang wanita. Akibat dari menopause adalah terjadi perubahan bentuk tubuh, buah

dada wanita menjadi kurang menarik lagi, dan dinding vagina menjadi tipis.

Menopause pada wanita tidak selalu mempengaruhi kepuasan kontak seksual,

meskipun ada perubahan-perubahan biologis-fisiologis tersebut (Hurlock, 1999).

Menurut Monks dkk (2001), pengaruh budaya terhadap menurun atau meningkatnya

keinginan untuk melakukan hubungan seks lebih besar dibanding perubahan fisik.

Penelitian Diantara (2003) terhadap wanita umur 45-65 tahun menunjukkan bahwa

intensitas seks setelah menopause mempengaruhi kepuasan pernikahan. Semakin

tinggi intensitas seks, maka kepuasan pernikahan semakin tinggi.

Masyarakat menganggap bahwa orang yang sudah tua tidak mempunyai

kebutuhan-kebutuhan seksual lagi dan juga tidak dapat mempunyai interaksi seksual

lagi, serta dengan datangnya menopause telah selesai kehidupan seksualnya, dan

dengan turunnya vitalitas juga akan menurun vitalitas seksualnya. Banyak orang

percaya bahwa nafsu seks maupun kegiatan seksual seseorang akan terhenti apabila ia

memasuki usia lanjut. Ada pula yang berpendapat bahwa orang tua yang masih

melakukan kegiatan seksual secara moral kurang sesuai lagi. Pengaruh kebudayaan

terhadap seseorang atau masyarakat menimbulkan kecemasan yang berpengaruh

terhadap sikap dan perilaku seksual pria dan wanita. Pria dan wanita sering menahan

diri untuk melakukan hubungan seksualnya pada usia tua atau menghindari

perkawinan ulang, karena sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap hubungan

seksual antara orang berusia lanjut dan keraguan terhadap kemampuan seksual

mereka (Hidayat, 2004).

Kuesioner tentang seksualitas pada lanjut usia yang dibagikan kepada 110

responden berusia di atas 60 tahun di Bandung, hasilnya adalah 88% responden

menyatakan masih mengharapkan cinta dan kemesraan. Mengenai dorongan atau

gairah seksual, 59% menyatakan baik, 1% meningkat, 29% menurun, dan 23% tidak

ada lagi. Mengenai kemampuan dan potensi seksual, 50% responden menyatakan

baik, 21% meningkat, 23% menurun, dan 16% tidak ada lagi, sedangkan untuk

tingkat aktivitas seksual, 47% menyatakan teratur, 29% jarang, dan 28% tidak ada

lagi (Hidayat, 2004). Dalam publikasi Nijs mengenai “Siapa yang terlalu tua untuk

seksualitas” (Monks, dkk 2001) menunjukkan bahwa laki-laki dan wanita dalam

kondisi fisik dan emosional yang baik akan masih mampu untuk melakukan aktivitas

seksual sampai usia yang tinggi. Menurut Nijs, aktivitas seksual yang rutin

merupakan persyaratan untuk mempertahankan aktivitas-aktivitas yang memuaskan.

Kekuatan terhadap keinginan seksual pada lanjut usia sangat tergantung pada

kesehatan seseorang secara umum dan cara penyelesaian seksual yang dilakukan pada

awal masa kehidupan. Bagi mereka yang penyesuaian seksualnya di masa remaja

buruk, terbukti akan lebih cepat kehilangan kemampuan seksual dibanding mereka

yang melakukan penyesuaian dengan baik (Hurlock, 1999).

Stereotipe yang berkembang di masyarakat adalah semua lanjut usia sudah

tidak lagi membutuhkan hubungan seksual. Asumsi di masyarakat menekankan

seksualitas hanya pada aspek fisik saja, yaitu kegiatan seksual hanya pantas dilakukan

oleh orang muda yang kondisi fisiknya masih bagus. Orang tua yang kondisi fisiknya

tidak seperti orang muda dianggap tidak pantas melakukan kegiatan seksual.

Penelitian mengenai seksualitas pada lanjut usia oleh La Torre dan Kear (Monks dkk,

2001) yang dilakukan terhadap mahasiswa dan para perawat usia lanjut, aktivitas

seksual dan interaksi seksual pada usia lanjut dianggap tidak ada lagi. Hal ini

menunjukkan bahwa kebanyakan orang tidak mengerti akan seksualitas pada usia

lanjut. Bila orang-orang yang sehari-harinya bergaul dengan para lanjut usia sama

sekali tidak mempunyai pengertian akan kebutuhan-kebutuhan seksual usia lanjut,

maka akan dapat menyebabkan banyak konflik dan banyak frustrasi bagi usia lanjut.

“Studi Global Pfizer tentang Perilaku Seksual” pada pria dan wanita berumur

40-80 tahun yang melibatkan 26.000 responden dari 29 negara menunjukkan bahwa

orang usia lanjut masih membutuhkan hubungan seks. Sebagian besar responden

menyatakan bahwa hubungan seks penting bagi kehidupan. Mereka mengaku hidup

bahagia dan mendapatkan kepuasan fisik maupun emosi dari hubungan seksual,

semakin prima kesehatan, maka kebahagiaan dan kepuasan fisik maupun emosi

semakin tinggi (Pangkahila, 2002). Menurut Pangkahila, adanya gangguan seksual

pada orang usia lanjut, menunjukkan adanya gangguan kesehatan. Penelitian Starr

dan Weiner (Schult dan Salthouse, 1999) menunjukkan bahwa seks pada usia tua

dirasakan lebih baik karena ada pengertian yang lebih besar antara pasangan

mengenai keadaan fisik, kesadaran diri yang lebih baik, tidak ada kecemasan akan

hamil, dan ada pemahaman serta arti dari pengalaman seksual.

Kinsey (Oeswari, 1997) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa

penurunan kegiatan seksual pada umur 60 tahun adalah sekitar 20% dan menurun

70% pada umur 80 tahun dibandingkan dengan para remaja berumur 16-20 tahun.

Kinsey juga mengungkapkan bahwa orang yang masih menikah atau yang pernah

menikah mempunyai kegiatan seksual yang lebih tinggi sedikit dibandingkan dengan

yang belum pernah menikah. Pada wanita yang berumur diatas 60 tahun

menunjukkan terjadi pengurangan frekuensi hubungan seksual tetapi tidak melihat

bukti adanya penurunan kesanggupan seks pada wanita usia lanjut. Lebih lanjut

Kinsey berpendapat bahwa keinginan seksual wanita menopause ada hubungannya

dengan nafsu seksual semasa muda.

Masters dan Johnson (Quadagno, 1999) menyatakan bahwa laki-laki yang

berumur 60 tahun atau lebih, untuk menimbulkan nafsu seksnya membutuhkan waktu

yang lebih lama. Hasil yang sama juga diperoleh pada kelompok wanita usia lanjut.

Masters dan Johnson mewawancarai 133 laki-laki yang berumur diatas 60 tahun

diantaranya 52 laki-laki yang berumur diatas 70 tahun. Mereka menyatakan tidak ada

bukti kesanggupan seksual laki-laki menurun dengan bertambahnya umur seseorang.

Tetapi Masters dan Johnson mengungkapkan memang terjadi penurunan seksual laki-

laki yang hanya bergaul dengan seorang isteri saja. Masters dan Johnson mengambil

kesimpulan bahwa laki-laki yang semasa mudanya memiliki seks yang tinggi akan

mempunyai kesanggupan yang sama di hari tuanya. Hasil yang sama juga diperoleh

dari subjek wanita usia lanjut. Mereka juga mendapat kenyataan bahwa wanita

selama menopause bukanlah saat yang mematikan nafsu dan keinginan untuk

melakukan kegiatan seksual, jadi tidak ada batas umur untuk melakukan kegiatan

seksual bagi wanita usia lanjut.

Penelitian yang dilakukan oleh Universitas Duke di Amerika (Dekker dan

David, 1980), yang merupakan penelitian longitudinal sejak tahun 1954 dan sampai

sekarang masih terus dilakukan, terdapat bukti bahwa kegiatan seksual dan

persetubuhan tetap berlangsung pada mereka yang telah berumur 60 tahun ke atas,

serta ada perbedaan keinginan seksual antara wanita dan pria pada umur yang sama.

Hampir semua pria usia lanjut sangat tertarik pada seks seperti ketika masih remaja,

sedangkan hanya sepertiga dari wanita usia lanjut saja yang masih kuat keinginan

seksualnya.

Ognen (2001) dalam penelitiannya mengenai seksualitas pada lanjut usia

menemukan hasil bahwa seks pada usia lanjut lebih dari sekedar hubungan intim

antara suami isteri, tetapi meliputi dimensi motivasi seksual dan adanya interaksi

yang meliputi intelektual, emosi, dan aktivitas fisik. Respon seksual timbul dari

gabungan antara spiritualitas dan kedewasaan, dan secara tidak langsung menyatukan

pribadi dengan kesehatan. Emosi dan pengalaman spiritual adalah faktor untuk

memunculkan gambaran diri yang optimistik. Ognen menyimpulkan bahwa vitalitas

seksual tidak begitu penting pada lanjut usia, yang terpenting adalah adanya perasaan

harga diri, saling berbagi perasaan, empati, cinta, humor, dan kegembiraan hidup

untuk menyikapi respon seksual.

Penelitian Anderson dkk (1998) mengenai seksualitas pada atlit yang sudah

berusia lanjut, responden menyatakan bahwa mereka mengekspresikan seks, sendiri

atau dengan pasangan rata-rata enam kali dalam satu bulan. Tidak ada perbedaan

yang signifikan antara responden pria dan responden wanita mengenai hasrat dan cara

mengekspresikan seks. Secara keseluruhan dilaporkan mengenai hubungan antara

frekuensi hubungan seks dengan bertambahnya umur, yaitu mean sebesar 9,2 untuk

responden umur 50 tahun, dan mean sebesar 4,6 untuk responden umur 70 tahun.

Secara keseluruhan pula responden menyatakan bahwa gambaran dari seksualitas

pada usia lanjut adalah adanya kasih sayang (69%), keyakinan (64,3%), kepuasan

(63%), kegiatan (69,2%), kesetiaan (81,5%), kelemah-lembutan (81,5%), cinta

(75%), dan romantisme (70,4%).

Survai pada responden berumur 65 sampai 74 tahun yang dilakukan oleh

Leger Marketing, Canadian Male Sexual Health Council and Pfizer Canada, lebih

dari 92% responden menyatakan bahwa hubungan seksual adalah bagian penting

dalam kehidupan. Adanya penerimaan dari pasangan, keterbukaan, dan komunikasi

antara pasangan jauh lebih penting dari pada kecantikan atau penampilan fisik dalam

mempertahankan hubungan seks yang sehat (Cooley, 2002).

Kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa, seorang isteri usia lanjut setelah

menopause cenderung menjauh dari suami dan dekat dengan cucu. Secara tradisi

seolah-olah suami isteri usia lanjut tidak mau diganggu dan tidak mau mengganggu

secara fisik. Kalau sebelumnya pasangan usia lanjut hidup sekamar, ternyata

kemudian kamarnya ditinggalkan. Isteri tidur dengan cucu-cucunya, suami umumnya

tidur di kamar yang terbuka (Kuntjoro, 2002). Lanjut usia sering menahan diri untuk

memenuhi kebutuhan seksualnya karena tradisi dan budaya yang menganggap orang

yang sudah tua tidak pantas berduaan, bahkan melakukan hubungan seks. Menurut

Tobing (Kuntjoro, 2002) sebenarnya hubungan suami istri pada lanjut usia, termasuk

hubungan seks seharusnya tidak perlu berubah, asal dilakukan dengan wajar dan

teratur, karena hal tersebut merupakan kebutuhan hidup.

Berdasarkan berbagai penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa relasi yang

intim yang terkandung dalam kegiatan seksual akan ada sepanjang hidup, berdasarkan

suatu pola relasi yang afektif. Apabila seks dan afeksi dipisahkan, maka relasinya

menjadi problematis (Monks dkk, 2001). Masalahnya adalah bagaimana mengatasi

anggapan masyarakat yang masih bependirian bahwa semua lanjut usia tidak

membutuhkan kegiatan seksual lagi, walaupun secara fisiologis masih dibutuhkan

dan masih mempunyai kesanggupan. Berdasarkan uraian diatas maka latar belakang

dari penelitian ini adalah bagaimana sebenarnya seksualitas pada lanjut usia dilihat

dari latar belakang budaya Jawa.



B. Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini ialah seksualitas pada lanjut usia ditinjau dari budaya

Jawa dilihat dari dimensi psikologis, dimensi moral perilaku, serta dimensi sosial

budaya seksualitas. Peneliti ingin mengungkap bagaimana pengaruh budaya Jawa

terhadap dimensi psikologis, dimensi moral perilaku, dan dimensi sosial budaya

seksualitas.

C. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai seksualitas pada usia lanjut telah banyak dilakukan

terutama di luar negeri. Sejauh ini penelitian yang dilakukan menggunakan metode

angket (Hidayat, 2004; Anderson dkk, 1998), dan survai (Ognen, 2001; Cooley,

2002) dengan subjek yang luas tanpa mempertimbangkan faktor budaya. Di Indonesia

penelitian mengenai seksualitas pada lanjut usia masih jarang dilakukan, serta

responden berasal dari kota besar (Hidayat, 2004). Walaupun penelitian mengenai

seksualitas lanjut usia telah cukup banyak dilakukan, namun penelitian dengan

metode kualitatif berdasar budaya setempat belum penulis temukan. Dengan

demikian penelitian yang penulis lakukan dapat dikatakan asli.



D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :
File Selengkapnya.....

Teman KoleksiSkripsi.com

Label

Administrasi Administrasi Negara Administrasi Niaga-Bisnis Administrasi Publik Agama Islam Akhwal Syahsiah Akuntansi Akuntansi-Auditing-Pasar Modal-Keuangan Bahasa Arab Bahasa dan Sastra Inggris Bahasa Indonesia Bahasa Inggris Bimbingan Konseling Bimbingan Penyuluhan Islam Biologi Dakwah Ekonomi Ekonomi Akuntansi Ekonomi Dan Studi pembangunan Ekonomi Manajemen Farmasi Filsafat Fisika Fisipol Free Download Skripsi Hukum Hukum Perdata Hukum Pidana Hukum Tata Negara Ilmu Hukum Ilmu Komputer Ilmu Komunikasi IPS Kebidanan Kedokteran Kedokteran - Ilmu Keperawatan - Farmasi - Kesehatan – Gigi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Keperawatan Keperawatan dan Kesehatan Kesehatan Masyarakat Kimia Komputer Akuntansi Manajemen SDM Matematika MIPA Muamalah Olahraga Pendidikan Agama Isalam (PAI) Pendidikan Bahasa Arab Pendidikan Bahasa Indonesia Pendidikan Bahasa Inggris Pendidikan Biologi Pendidikan Ekonomi Pendidikan Fisika Pendidikan Geografi Pendidikan Kimia Pendidikan Matematika Pendidikan Olah Raga Pengembangan Masyarakat Pengembangan SDM Perbandingan Agama Perbandingan Hukum Perhotelan Perpajakan Perpustakaan Pertambangan Pertanian Peternakan PGMI PGSD PPKn Psikologi PTK PTK - Pendidikan Agama Islam Sastra dan Kebudayaan Sejarah Sejarah Islam Sistem Informasi Skripsi Lainnya Sosiologi Statistika Syari'ah Tafsir Hadist Tarbiyah Tata Boga Tata Busana Teknik Arsitektur Teknik Elektro Teknik Industri Teknik Industri-mesin-elektro-Sipil-Arsitektur Teknik Informatika Teknik Komputer Teknik Lingkungan Teknik Mesin Teknik Sipil Teknologi informasi-ilmu komputer-Sistem Informasi Tesis Farmasi Tesis Kedokteran Tips Skripsi