Isikan Kata Kunci Untuk Memudahkan Pencarian

Studi Kualitatif Mengenai Dampak Kekerasan Seksual Terhadap Perilaku Anak

BAB I

PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Masalah

Kekerasan seksual merupakan suatu fenomena yang akhir-akhir ini cukup

banyak diberitakan di media baik media cetak maupun media elektronik.

Kekerasan seksual banyak ditemukan disekitar kita, bahkan didepan mata kita

sampai pada acara-acara televisi terutama pada program berita kriminal. Hampir

setiap hari ada anak yang menjadi korban kekerasan seksual baik dalam bentuk

pencabulan bahkan sampai pada pemerkosaan (Fausiah, 2004).

Kejahatan terhadap anak-anak cenderung meningkat karena terjadi

penambahan-penambahan norma-norma ditengah masyarakat, kalau dulu norma-

norma keluarga sangat melindungi anak-anak, kini menganggap anak-anak

sebagai aset ekonomi dan komoditas, penambahan norma ini diakselerasikan oleh

agen-agen sosial khususnya media massa. Seperti yang sering ditulis dalam media

massa yang saat ini hampir setiap hari menjadi berita yang aktual (Fitriyah, 2005).

Laporan yang dikutip dari www.google.com (dalam Fitriyah, 2005) bahwa

data yang dikeluarkan unit Pelayanan Kesehatan Terpadu (PKT) Rumah Sakit

Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo mengungkapkan pada tahun 2002

kasus perkosaan terhadap perempuan di bawah usia 18 tahun mencapai 74 kasus.

Angka itu meningkat menjadi 103 kasus pada tahun 2001 dan 127 kasus pada

tahun 2002. Tahun 2003 sampai akhir Juni tercatat 51 kasus.

Laporan Gloria Cyber Minstries tanggal 11 Juni 2004 (Fitriyah, 2005)

menyebutkan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) mencatat pada

tahun 1992-2002 terdapat 2.611 kasus kekerasan seksual (65,8%) dari 3.969 kasus

kekerasan seksual yang dialami anak-anak di bawah usia 18 tahun. Dari jumlah

tersebut 75 % korbannya adalah anak perempuan.

Kekerasan terhadap anak dapat juga terjadi di dalam rumahnya.

Seharusnya rumah bagi setiap anggota keluarga adalah tempat dimana anak

merasa aman, nyaman dan terlindungi, namun terkadang pelaku kejahatan justru

anggota keluarga sendiri. Kekerasan seperti penganiayaan, pelecehan, bahkan

pemerkosaan dalam suatu keluarga sering kali tidak terdeteksi. Masalah pelecehan

dan kekerasan seksual terhadap anak-anak (sexual child abuse) masih merupakan

persoalan besar. Laporan yang dikutip dalam buku “Kekerasan Seksual pada Anak

dan Remaja” terungkap data-data diantaranya sebagai berikut (1) diperkirakan

25% wanita dewasa pernah mengalami pelecehan seksual semasa kecilnya, (2)

diperkirakan 40% pelaku pencabulan terhadap anak dibawah umur adalah orang

tuanya sendiri seperti ayah angkat atau ayah tiri bahkan ayah kandung, (3)

diperkirakan 80% pelaku kekerasan seksual terhadap anak-anak adalah orang

yang dikenal oleh korban misalnya ayah, kakak, paman, tetangga atau teman yang

dikenal oleh korban (Purnama, 2002).

Berdasarkan data tersebut yaitu diperkirakan bahwa sekitar 40% pelaku

kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur adalah orang tuanya sendiri

seperti ayah angkat, ayah tiri bahkan ayah kandung dapat dilihat dengan berbagai




kasus yang dapat kita ketahui melalui media massa seperti koran atau majalah,

seperti kutipan kasus berikut ini.

Seorang ayah yang didakwa memperkosa anak tirinya selama hampir satu
tahun di suatu tempat yang masih menjadi wilayah kabupaten Boyolali dan
pelakunya dituntut 5 tahun penjara. Selama melakukan pemaksaan
hubungan seksual tersebut, istri terdakwa alias ibu kandung korban sama
sekali tidak mengetahui masalah itu. Masalah itu baru terungkap ketika
bulan April 2003 korban mencoba melakukan percobaan bunuh diri
dengan menenggak racun serangga, untungnya aksi itu dapat digagalkan,
korban mengaku tidak kuat menahan tekanan mental akibat dipaksa
melakukan hubungan seksual dengan ayah tirinya selama hampir setahun
(Prabowo ,2003).


Laporan Gloria Cyber Ministries, www.google.com tanggal 11 Juni 2004

(dalam Fitriyah, 2005) bahwa data yang tercatat pada pemberitaan “Antara”

bahwa sebanyak 150 kasus dari 178 kasus pelaku kekerasan seksual terhadap

anak-anak yang ada di Jawa Tengah selama tahun 2001 adalah orang-orang yang

dikenal korban. Hal ini memberikan indikasi bahwa saat ini rumah yang

seharusnya menjadi tempat aman bagi anak-anak ternyata tidak lagi. Di manapun

anak-anak berada, tindak kekerasan terutama kekerasan seksual mengintainya.

Berdasarkan informasi di atas dimana pelaku kekerasan seksual adalah

orang terdekat yang dikenal oleh korban, dan hal ini memberikan indikasi bahwa

lingkungan rumah dan sekitarnya yang seharusnya tempat yang aman dan nyaman

untuk anak-anak sekarang ternyata tidak lagi. Ini dapat dilihat dari kutipan kasus

berikut ini.

Kuntum bukan nama sebenarnya usia 4,5 tahun salah satu warga di
wilayah Boyolali yang menjadi korban perbuatan cabul. Diduga dilakukan
oleh tetangganya sendiri. Aksi pencabulan itu dilakukan pada hari Senin,
26 April 2004 waktu sore hari sekitar pukul 15.00 WIB. Korban saat itu
sedang bermain sendiri sedangkan orang tua korban tidak sempat

mengawasinya karena mencuci pakaian di belakang. Korban mengaku
pada kedua orang tuanya baru saja diperkosa dan menceritakan bahwa saat
pelaku melakukan aksinya kepalanya dipegang dan lehernya sempat
dipegang agar tidak berontak (Prasetyo, 2004)


Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang menjadi korban

kekerasan seksual tidak hanya menderita trauma secara fisik yaitu kehilangan

virginitas, keperawanan dan cidera tubuh. Anak-anak juga merasakan sakit pada

daerah anus karena luka yang ditimbulkan akibat perilaku sodomi yang ditujukan

kepada anak-anak (Purnama, 2002). Dampak secara fisik yang dapat dilihat

adalah sakit fisik atau cidera pada daerah alat kelamin atau daerah sekitar dubur,

sehingga anak sulit berjalan atau bahkan menangis saat buang air kecil atau besar

(Fausiah, 2004). Saraswati (dalam Sofian dkk, 1999) menjelaskan bahwa anak-

anak yang menjadi korban kekerasan seksual mengalami luka pada fisik yang bisa

mengakibatkan kematian. Akibat fisik lainnya, muncul juga rasa pusing dan mual

atau badan terasa ngilu dan menjadi letih karena melakukan onani karena melihat

perilaku seksual yang salah dari pelaku (Sofian dkk, 1999).

Dampak kekerasan seksual secara psikologis menurut Saraswati (dalam

Sofian dkk, 1999) menyebutkan bahwa kekerasan seksual mengakibatkan

timbulnya trauma berkepanjangan pada anak terhadap hal-hal tertentu yang telah

dialami. Sofian dkk, (1999) menyebutkan anak-anak akan mengalami rasa takut,

merasa tidak aman, dan tidak nyaman dalam merespon komunikasi antara orang

dewasa dengan diri mereka. Hal ini terlihat dari bentuk perkataan yang

disampaikan para orang dewasa dihadapan anak-anak tersebut. Perkataan tersebut

bernada keras dengan kata-kata yang kurang sopan, kalimat yang mengancam

keselamatan jiwa anak.

Laporan Gloria Cyber Ministries, www.google.com tanggal 11 Juni 2004

(dalam Fitriyah, 2005) bahwa kekerasan anak baik secara fisik, psikologis dan

seksual yang dilakukan oleh orang-orang profesional maupun orang terdekat

mereka dapat mengakibatkan trauma yang berkepanjangan dan dapat

mempengaruhi proses tumbuh kembang mereka. Anak akan menderita stress

mental yang amat berat, dan ini bisa berlangsung seumur hidup. Stress pasca-

trauma atau stress setelah kejadian dan gejala-gejala secara umum antara lain

menderita stress berat yang diakibatkan kejadian kekerasan yang berupa

perkosaan tersebut. Gejala lainnya yang muncul juga adalah menurunnya secara

drastis keinginan untuk berhubungan atau bersosialisasi dengan dunia luar, dan ini

muncul setelah peristiwa kekerasan seksual tersebut. Dimana gejala ini terlihat

dalam bentuk perasaan terlepas atau terasing dari orang lain atau lingkungannya,

murung, putus asa, tidak ada minat lagi terhadap aktivitas sebelumnya yang cukup

banyak (Purnama, 2002).

Dampak kekerasan seksual terhadap perilaku anak-anak menurut Fausiah

(2004) dijelaskan bahwa setelah mengalami kekerasan seksual, kebanyakan anak

menyimpan rapat dan tidak melaporkan kepada orangtuanya atau orang lain. Ada

beberapa alasan yang membuat anak tidak menceritakan peristiwa tersebut antara

lain (1) mereka tidak memahami apa yang dialami, (2) anak yang lebih kecil

memiliki keterbatasan mengungkapkan hal yang terjadi, (3) merasa malu, cemas

dan takut atas apa yang terjadi padanya, (4) adanya ancaman dari pelaku, (5)

merasa bersalah atas apa yang terjadi padanya, (6) khawatir tidak dipercaya jika

bercerita peristiwa yang sebenarnya.

Fausiah (2004) menjelaskan beberapa perubahan perilaku yang mungkin

muncul meskipun tidak semua anak yang mengalami kekerasan seksual

menampilkan hal-hal tersebut, (1) munculnya kembali perilaku yang sebelumnya

sudah hilang (regresi) seperti mengompol, menghisap jari, buang air besar di

celana, (2) perilaku menarik diri, menyendiri, enggan bergaul padahal sebelumnya

tidak, (3) sering melamun dan mengalami kesulitan berkonsentrasi, (4)

menurunnya prestasi akademik, (5) ketakutan berlebihan pada orang atau benda

tertentu, (6) agresivitas berlebihan (padahal sebelumnya tidak), (7) pengetahuan

tentang seksualitas yang melebihi usianya, membicarakan hal-hal yang

berhubungan dengan seksual secara berlebihan atau melakukan permainan yang

mengarah pada seksualitas.

Dampak kekerasan seksual terhadap perilaku anak bukan hal yang ringan

dan disepelekan. Berbagai penjelasan mengenai kekerasan seksual dan

dampaknya telah dibahas sebelumnya, tetapi informasi mengenai anak akan

menambah lengkap bahwa individu yang disebut anak bukanlah individu biasa

seperti orang dewasa yang hanya dalam format mini atau kecil, tetapi anak adalah

individu yang khas dan unik dengan semua pola perilaku dan kepribadiannya.

Hurlock (1995) menyatakan bahwa anak adalah individu yang melewati

masa kanak-kanak yaitu rentang waktu antara 6-12 tahun dimana individu dapat

tumbuh dan berkembang dengan baik. Pengaruh orang tua pada masa ini sangat

dominan pada pembentukan perilaku dan kepribadiannya disamping faktor sosial

yang mendukungnya. Berbagai proses perkembangan berlangsung pada masa

anak-anak seperti kognisi, emosi, bahasa, intelegensi dan lain-lainnya. Seorang

anak mempunyai bakat-bakat dan kemampuan yang khas dan unik. Anak adalah

subyek yang dinamis dan aktif terhadap perubahan atau rangsang.

Pendapat lain yang mendukung penjelasan di atas bahwa faktor biologis

atau bawaan merupakan dasar perkembangan tingkah laku spesifik jenis kelamin,

selain itu merupakan proses belajar sosial sejak awal yang menjadi kontribusi

bahwa identitas jenis kelamin terjadi melalui norma-norma sosial yaitu penilaian

apa yang baik dan tidak bagi anak (Monks dkk, 1994).

Konvensi Hak Anak Internasional menjelaskan bahwa anak-anak yaitu

individu yang belum berusia 18 tahun yang berkaitan dengan keberhasilan dan

kebutuhannya untuk tumbuh dan berkembang, berhak memperoleh hak

perlindungan yang salah satunya adalah hak mendapat perlindungan dari

diskriminasi, kekerasan baik fisik maupun non fisik, penyalahgunaan sampai

penelantaran dan hak untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik tanpa ada

gangguan atau hambatan.

Kekerasan seksual yang berkaitan dengan perilaku anak dapat

dihubungkan dengan perkembangan fisikoseksual dan psikoseksual anak yang

mungkin saja terganggu karena peristiwa kekerasan seksual yang dialaminya.

Stadium perkembangan psikoseksual anak yang normal baik lelaki maupun

perempuan melewati empat (4) fase. Sigmund Freud (dalam Nakita, 2004)

menyebutkan (1) fase oral yang berlangsung dari lahir sampai usia dua tahun

dimana pusat kenikmatan anak terletak pada mulut karena pada saat itu anak

senang menyusu dan mengisap maupun memasukkan segala sesuatu ke dalam

mulutnya, (2) fase muskuler yang berlangsung dari usia dua sampai tiga tahun

atau paling telat empat tahun dimana pusat kenikmatan anak berpindah ke otot

yang ditandai dengan kesenangan dipeluk, memeluk, mencubit, ditimang, (3) fase

anal uretral yang berlangsung dari usia tiga sampai empat tahun selambat-

lambatnya lima tahun dimana pusat kenikmatan anak terletak pada anus atau

dubur dan saluran kencing yang ditandai dengan senang menahan BAB (buang air

besar) atau BAK (buang air kecil), (4) fase genital berlangsung dari usia lima

sampai tujuh tahun dimana pusat kenikmatan dirasakan pada alat kelamin yang

ditandai dengan senang memegang alat kelamin bahkan sebagian anak dapat

mencapai “orgasme”.

Tahap-tahap tersebut dapat berjalan normal bila tidak ada gangguan.

Kekerasan seksual terhadap anak adalah tindakan yang harus dicegah, tetapi bila

ada keluarga yang mengalami kita bisa belajar dan mengetahui dampak kekerasan

seksual terhadap perilaku anak. Karena anak adalah aset masa depan yang harus

dilindungi bukan untuk disakiti.

Goleman (1997) menjelaskan bahwa seorang anak adalah individu yang

melewati masa kanak-kanak yang merupakan awal bagi individu untuk mengenal

diri dan lingkungan sekitarnya. Pengalaman-pengalaman yang bersifat emosional

akan sangat mempengaruhi bentuk struktur kepribadian dan perilakunya. Suatu

pengalaman emosional yang menyakitkan dan terulang-ulang bahkan sampai

menimbulkan trauma bagi anak pada masa kanak-kanaknya merupakan awal

terbentuknya gangguan perilaku dan emosionalnya.



Berdasarkan uraian di atas, muncul sebuah pertanyaan yang harus dijawab

lebih lanjut dalam sebuah penelitian yaitu bagaimana dampak kekerasan seksual

terhadap perilaku anak-anak ?

B. Tujuan Penelitian



Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami dampak kekerasan seksual

terhadap perubahan perilaku anak yang menjadi korbannya dalam kehidupan

sehari-hari.

C. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :
File Selengkapnya.....

Teman KoleksiSkripsi.com

Label

Administrasi Administrasi Negara Administrasi Niaga-Bisnis Administrasi Publik Agama Islam Akhwal Syahsiah Akuntansi Akuntansi-Auditing-Pasar Modal-Keuangan Bahasa Arab Bahasa dan Sastra Inggris Bahasa Indonesia Bahasa Inggris Bimbingan Konseling Bimbingan Penyuluhan Islam Biologi Dakwah Ekonomi Ekonomi Akuntansi Ekonomi Dan Studi pembangunan Ekonomi Manajemen Farmasi Filsafat Fisika Fisipol Free Download Skripsi Hukum Hukum Perdata Hukum Pidana Hukum Tata Negara Ilmu Hukum Ilmu Komputer Ilmu Komunikasi IPS Kebidanan Kedokteran Kedokteran - Ilmu Keperawatan - Farmasi - Kesehatan – Gigi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Keperawatan Keperawatan dan Kesehatan Kesehatan Masyarakat Kimia Komputer Akuntansi Manajemen SDM Matematika MIPA Muamalah Olahraga Pendidikan Agama Isalam (PAI) Pendidikan Bahasa Arab Pendidikan Bahasa Indonesia Pendidikan Bahasa Inggris Pendidikan Biologi Pendidikan Ekonomi Pendidikan Fisika Pendidikan Geografi Pendidikan Kimia Pendidikan Matematika Pendidikan Olah Raga Pengembangan Masyarakat Pengembangan SDM Perbandingan Agama Perbandingan Hukum Perhotelan Perpajakan Perpustakaan Pertambangan Pertanian Peternakan PGMI PGSD PPKn Psikologi PTK PTK - Pendidikan Agama Islam Sastra dan Kebudayaan Sejarah Sejarah Islam Sistem Informasi Skripsi Lainnya Sosiologi Statistika Syari'ah Tafsir Hadist Tarbiyah Tata Boga Tata Busana Teknik Arsitektur Teknik Elektro Teknik Industri Teknik Industri-mesin-elektro-Sipil-Arsitektur Teknik Informatika Teknik Komputer Teknik Lingkungan Teknik Mesin Teknik Sipil Teknologi informasi-ilmu komputer-Sistem Informasi Tesis Farmasi Tesis Kedokteran Tips Skripsi