ABSTRAK
Pelaksanaan Pemilihan Umum yang demokratis tidak hanya memiliki regulasi yang mengatur tentang proses pelaksanaan dan lembaga penyelenggara yang baik tetapi juga harus menyediakan mekanisme hukum untuk menyelesaikan kemungkinan adanya pelanggaran-pelanggaran Pemilu. Hal itu diperlukan oleh karena dalam proses penyelenggaraan Pemilu tidak lepas dari permasalahan yang menuntut proses penyelesaian yang sesuai. Dalam pelaksanaan Pemilu terdapat salah satu jenis sengketa yang dianggap remeh dibandingkan sengketa lainnya namun sesungguhnya dapat merugikan terlebih bagi peserta Pemilu jika tidak diselesaikan dengan baik yaitu sengketa administrasi pemilihan umum. Berdasarkan pokok pemikiran diatas maka pembahasan inti akan berkaitan dengan proses penyelesaian sengketa administrasi dibandingkan dengan pelanggaran Pemilu lainnya.
Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD mengatur bahwa sengketa administrasi Pemilihan Umum dapat terjadi jika terdapat tata cara, prosedur, dan mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan Pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu di luar tindak pidana Pemilu dan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu. KPU adalah lembaga yang diamanahkan sebagai wadah yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa administrasi Pemilu. Ketika rekomendasi dugaan atas pelanggaran administrasi Pemilu telah diterima, maka dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari pelanggaran tersebut akan diselesaikan oleh KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, atau PPS sesuai tingkatannya. Keputusan yang dihasilkan bersifat final dan mengikat. Namun ternyata dalam praktiknya berdasarkan Keputusan KPU Nomor 05/Kpts/KPU/Tahun 2013 terkait penetapan Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI) yang tidak memenuhi syarat sebagai peserta Pemilu 2014, pengaplikasian proses penyelesaian sengketa administrasi pemilihan umum tersebut tidak semudah yang dibayangkan. Sehingga kerap kali keputusan yang dihasilkan digugat kembali kepada lembaga yang berwenang. KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, atau PPS yang bertugas untuk menyelesaikan sengketa ini masih minim koordinasi sehingga menghasilkan suatu keputusan yang tidak sesuai dengan realita yang ada. Hal ini sebenarnya berkaitan dengan jangka waktu yang sangat singkat untuk melakukan pemeriksaan dan memberikan putusan terhadap sengketa yang berkaitan. Sehingga sebaiknya perlu dilakukan penambahan waktu untuk menyelesaikan sengketa administrasi pemilu, agar proses penyelesaian sengketa maksimal dan menghasilkan keputusan yang tidak salah.