BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki 129 buah Gunung Api aktif dan kurang lebih 500 buah Gunung Api non aktif (Kaswanda dalam Budiyanto dkk., 2012). Salah satu Gunung Api paling aktif di Indonesia adalah Gunung Api Merapi. Aktivitas Gunung Api Merapi dicirikan dengan periode letusan yang pendek dengan tipe letusan yang khas yaitu tipe merapi. Potensi bahaya vulkanik Gunung Api Merapi dapat dibedakan menjadi bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer adalah bahaya yang ditimbulkan langsung oleh letusan yang biasanya disertai hamburan piroklastik, aliran lava, dan luncuran awan panas, sedangkan bahaya sekunder adalah bahaya yang ditimbulkan oleh aliran rombakan material lepas Gunung Api yang bercampur dengan air hujan yang turun di puncak dengan konsentrasi tinggi yang disebut dengan aliran lahar (Wahyono, 2002).
Erupsi Gunung Merapi yang terjadi pada tahun 2010, mengakibatkan aliran lahar dingin dengan membawa volume material yang mencapai 150 juta m yang tersebar di sungai-sungai yang berhulu di Gunung Merapi (Giyarsih dkk. dalam Nurjanah, 2016). Salah satu material yang paling dominan adalah abu vulkanik. Material ini mempunyai sifat mudah menguat dan susah dimasuki air, sehingga menyebabkan peresapan air ke dalam tanah (infiltrasi) menjadi terganggu (Marfai dkk. dalam Nurjanah, 2016) menyatakan bahwa banjir lahar yang berasal dari erupsi Gunung Merapi mengalir melalui sungai-sungai yang berhulu di Gunung Merapi, antara lain Kali Trinsing, Kali Senowo, Kali Pabelan, kali code, Kali Putih, Kali Krasak, Kali Bebeng, Kali Batang, Kali Lamat, Kali Blongkeng.
Aliran permukaan (surface run off) sebagai sub komponen terbesar dalam aliran langsung berasal dari air hujan yang mencapai sungai melalui permukaan tanah. Besar kecilnya aliran permukaan, dipengaruhi oleh curah hujan, infiltrasi, intersepsi, evapotranspirasi dan storage. Kapasitas peresapan air ke dalam tanah(kapasitas infiltrasi) menentukan besarnya limpasan permukaan (surface run off),
sehingga perlu adanya penelitian untuk mengetahui nilai kapasitas infiltrasi tanah setelah terjadinya erupsi (pasca erupsi) Gunung Merapi 2010.
Pada umumnya air hujan yang turun akan meresap kedalam tanah (infiltrasi) dan selebihnya akan menjadi limpasan permukaan, Karena Vegetasi permukaan tanah yang relatif cekung limpasan tersebut akan mengarah ke sungai dan laut. Infilltrasi merupakan proses air mengalir ke dalam tanah melalui pori-pori tanah. Di dalam tanah air mengalir dalam arah lateral, sebagai aliran antara (interflow) menuju mata air, danau dan sungai atau secara vertikal, yang dikenal dengan perkolasi menuju air tanah (Triatmodjo, 2015).
Studi terhadap infiltrasi ini dibutuhkan dalam mempelajari pola banjir di suatu Daerah Aliran Sungai (DAS), melalui jenis tanah pada DAS dapat diketahui nilai tinggi rendahnya kemampuan suatu wilayah dalam meresapkan air untuk mengurangi limpasan permukaan (run of) penyebab banjir, dimisalkan jika suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) memiliki karakteristik tanah berpasir dengan kemampuan peresapan tinggi maka limpasan permukaan akan kecil dan sebaliknya apabila suatu DAS memiliki karakteristik tanah lempung yang kedap air maka limpasan permukaannya akan besar. Selain dari karakteristik tanah ada juga faktorfaktor lain yang mempengaruhi kemampuan infiltrasi suatu daerah seperti jenis penutup lahan, pemadatan tanah, kurangnya lahan terbuka, dll.
Sungai Code merupakan salah satu sungai yang membelah kota Yogyakarta menjadi 2 bagian melewati pusat kota dengan pemukiman penduduk yang sangat padat. Daerah aliran sungai (DAS) Code memiliki luas keseluruhan sekitar 4.006,25 Ha. Melewati tiga wilayah kabupaten/kota, yaitu; Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta serta Kabupaten Bantul. Aliran Sungai Code memiliki panjang total ± 41 km, membentang mulai dari Bukit Turgo di lereng Gunung Merapi dan bermuara di Sungai Opak (Agustina, 2007). Sungai Code memiliki panjang kurang lebih 46 km, dan merupakan anak sungai dari Sungai Opak. Luas Daerah Aliran Sungai (DAS) Code sebesar 62,191 km, Sungai Code membentang dari Bukit Turgo yang terletak di lereng Gunung Merapi dan bermuara di Sungai Opak, Sungai Code terbagi menjadi dua ruas, yaitu:
1. Sungai Boyong (Sebelah Hulu), dengan panjang sungai 28 km,
2. Sungai Code (Sebelah Hilir), dengan panjang 18 km.
Mata air Sungai Code berawal dari lereng Gunung Merapi dan bermuara di Sungai Opak kemudian berlanjut ke Samudera Indonesia. Sungai Code memiliki manfaat yang sangat banyak bagi penduduk yang tinggal di sekitarnya yakni dapat digunakan untuk keperluan sehari-hari. Keberadaan kawasan perkotaan Yogyakarta yang berada di antara Gunung Api Merapi dan Samudera Hindia membuat kawasan kota ini memiliki risiko terpapar bencana alam. Khususnya wilayah yang berada di bantaran sungai Code, aliran air di kali ini bisa menjadi potensi banjir bila terjadi hujan lebat dengan intensitas yang tinggi, terlebih jika terjadi setelah letusan Gunung Api terjadi. Pada tahun 2010, masyarakat bantaran sungai Code menghadapi lahar hujan yang merupakan bencana lanjutan dari meletusnya Gunung Api Merapi.
Dari latar belakang topografi Sungai, kondisi DAS dan erupsi merapi perlu adanya pengkajian lebih lanjut tentang perubahan nilai infiltrasi terhadap tingkat kerentanan banjir di wilayah Yogyakarta pasca letusan Gunung Berapi pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Code.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di kemukakan di atas, permasalahan sebagai berikut:
1. Berapakah nilai kapasitas infiltrasi pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Code?
2. Bagaimanakah kondisi Permeabilitas tanah sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Code?
3. Berapakah nilai kepadatan tanah lapangan dan kadar air di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Winongo Code?
1.3 Batasan Masalah
1. Penelitian ini difokuskan pada kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Code.
2. Pengambilan data primer dilakukan pada bagian hulu, tengah, dan hilir di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Code.
3. Penentuan hulu, tengah dan hilir dengan memperkirakan berdasar peta Daerah Aliran Sungai (DAS) Code yang di buat dari peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) dengan skala 25K mencakup data Hidrograf, Hipsograf dan Penutup Lahan pada tahun 2018.
4. Titik pengujian dilakukan dengan kondisi tanah datar.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian “Perubahan Nilai Infiltrasi terhadap Tingkat Kerentanan Banjir di Wilayah Yogyakarta Pasca Letusan Gunung Berapi pada Daerah Aliran Sungai (DAS) sungai Code” adalah :
1. Mengetahui nilai kapasitas infiltrasi dan volume total penyerapan air pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Code.
2. Mengetahui kondisi Permeabilitas tanah sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Code.
3. Mengetahui nilai kepadatan tanah lapangan dan kadar air di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Code.
1.5 Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran terhadap peluang terjadinya banjir di DAS Code daerah Yogyakarta sehingga dapat dilakukannya antisipasi terhadap kemungkinan-kemungkinan tersebut, serta diharapkan penelitian ini juga dapat menjadi rujukan bagi peneliti-peneliti lain apabila akan melakukan penelitian yang sama di tempat yang berbeda.