BAB 1
Pendahuluan
1.1.Latar belakang :
Indonesia adalah negara penyumbang kasus Tuberkulosis (TB) nomor 3 (10 %)
didunia setelah India ( 30 %) dan China (15 %) ( Sulani , 2004). Penyakit ini
merupakan penyebab kematian ketiga sesuda h penyakit kardiovas kuler dan penyakit
saluran pernafasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu dari golongan
penyakit infeksi berdasarkan survey kese hatan rumah tangga pada 1995 (Supriyatno,
2002). Pada tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 9 juta penderita baru
TB dengan kematian 3 juta orang ( WHO, 1997).
Tingginya angka kesakitan terhadap penyakit TB paru menyebabkan WHO
memprediksi bahwa lebih kurang sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB
dan diperkirakan 35 juta di antaranya akan meninggal dunia pada kurun waktu tahun
2000 sampai tahun 2020. Kondisi ini mengakibatkan pemerintah dan departemen
terkait berusaha semaksimal mungkin mengaktifkan berbagai macam cara dalam
menanggulangi penyakit TB (Aditama, 2004). Menurut perkiraan 200 juta diantara
penduduk dunia yang terinfeksi akan menjadi sakit dan 3 juta per tahun diantaranya
terjadi di Asia. Kemudian menurut la poran GERDUNAS TB (Gerakan Tepadu
Nasional Penanggulangan Tuberkulosis) bahwa TBC di Indonesia menyebabkan
175.000 kematian pertahun atau berkisar 500 orang per hari dan 450.000 penderita
baru muncul setiap tahun (Depkes RI 2002). Kematian akibat TB merupakan 25 %
dari seluruh kematian yang sebenarnya dapat dicegah dan diperkirakan 95 %
penderita TB berada di Negara berkembang dimana 75 % dari penderita TB adalah
kelompok usia produktif (15 – 55 tahun) ( Ahmad , 2004). Bahkan menurut data
Suwarno Usman : Konversi BTA Pada Penderita TB Paru Kategori I Dengan Berat Badan Rendah Dibandingkan..., 2008
USU e-Repository © 2008
3
survey tuberkulosis nasional 2004, setiap 2,5 menit akan muncul satu penderita
tuberkulosis baru di Indonesia (Girsang 2002,Achmadi 2004, Aditama 2005).
Pada Kongres Nasional X PDPI di Surakarta,22 Juni 2005 dikatakan bahwa di
Indonesia diperkirakan 271/100.000 penduduk menderita TB paru sedangkan yang
sputumnya positif diperkirakan 122/100.000 penduduk( Hariadi , 2005). Diperkirakan
juga akan ada 583.000 kasus baru/tahun dan 140.000 kematian/tahun menurut data
WHO 1999 ( Ahmad , Sulani , 2004).
Berdasarkan data dari tim eksternal TB monitoring mission Dirjen Kesehatan RI
pada acara Diseminasi Informasi tentang TB di kota Medan dikatakan lebih dari
seperempat juta kasus TB baru dite mui dan dari 140.000 kematian/tahun, artinya
setiap empat menit penderita meninggal ak ibat TB di Indonesia dan di kota Medan
menurut Kasubdin Pencegahan Penyakit Di nas Kesehatan Kota Medan pada 2005
ada 2573 kasus dimana 1902 diantaranya dengan BTA positif (Sukarni H, 2006).
Pada tahun 1993, WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TB, karena
pada sebagian besar negara di dunia, pe nyakit TB tidak terkendali. Ini disebabkan
banyaknya penderita yang tidak berhasil disembuhkan terutama penderita menular
(BTA positif) dan diperkirakan pada tahun 200 5, 12 juta kasus akan teridentifikasi di
seluruh dunia ( Guneylioglu , 2004).
Risiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberkulosis Infection= ARTI) di
Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1-3 %. Pada daerah dengan
ARTI sebesar 1 % berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10 (sepuluh) orang
akan terinfeksi dimana sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi
penderita TB, hanya sekitar 10 % dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita
TB (Depkes RI,2002).
Suwarno Usman : Konversi BTA Pada Penderita TB Paru Kategori I Dengan Berat Badan Rendah Dibandingkan..., 2008
USU e-Repository © 2008
4
Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi penderita TB adalah
karena gizi buruk, berat badan rendah se hingga daya tahan tubuh rendah atau
HIV/AIDS (Depkes RI, 2002).
Pemerintah telah menetapkan kebijakan operasional dalam pemberantasan TB
paru bahwa target program adalah angka konversi BTA dahak pada akhir pengobatan
tahap Intensif minimal 80 % dan angka kesembuhan minimal 85 % dari kasus baru
BTA positif, dengan pemeriksaan sediaan dahak yang benar ( DEPKES RI 2002).
Masalah kesehatan masyarakat berkaitan erat dengan masalah kemiskinan.
Karena miskin orang jadi kurang gizi badan kurus daya tahan tubuh kurang, tinggal
ditempat kurang sehat, sulit menjangkau fasilitas kesehatan, prosedur pengobatan
yang berbelit-belit. Kesemuanya ini menyebabkan gagalnya pengobatan TB( Aditama
, 2005).
Bagian paru rumah sakit Pertamina Jakarta memaparkan contoh
Pendahuluan
1.1.Latar belakang :
Indonesia adalah negara penyumbang kasus Tuberkulosis (TB) nomor 3 (10 %)
didunia setelah India ( 30 %) dan China (15 %) ( Sulani , 2004). Penyakit ini
merupakan penyebab kematian ketiga sesuda h penyakit kardiovas kuler dan penyakit
saluran pernafasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu dari golongan
penyakit infeksi berdasarkan survey kese hatan rumah tangga pada 1995 (Supriyatno,
2002). Pada tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 9 juta penderita baru
TB dengan kematian 3 juta orang ( WHO, 1997).
Tingginya angka kesakitan terhadap penyakit TB paru menyebabkan WHO
memprediksi bahwa lebih kurang sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB
dan diperkirakan 35 juta di antaranya akan meninggal dunia pada kurun waktu tahun
2000 sampai tahun 2020. Kondisi ini mengakibatkan pemerintah dan departemen
terkait berusaha semaksimal mungkin mengaktifkan berbagai macam cara dalam
menanggulangi penyakit TB (Aditama, 2004). Menurut perkiraan 200 juta diantara
penduduk dunia yang terinfeksi akan menjadi sakit dan 3 juta per tahun diantaranya
terjadi di Asia. Kemudian menurut la poran GERDUNAS TB (Gerakan Tepadu
Nasional Penanggulangan Tuberkulosis) bahwa TBC di Indonesia menyebabkan
175.000 kematian pertahun atau berkisar 500 orang per hari dan 450.000 penderita
baru muncul setiap tahun (Depkes RI 2002). Kematian akibat TB merupakan 25 %
dari seluruh kematian yang sebenarnya dapat dicegah dan diperkirakan 95 %
penderita TB berada di Negara berkembang dimana 75 % dari penderita TB adalah
kelompok usia produktif (15 – 55 tahun) ( Ahmad , 2004). Bahkan menurut data
Suwarno Usman : Konversi BTA Pada Penderita TB Paru Kategori I Dengan Berat Badan Rendah Dibandingkan..., 2008
USU e-Repository © 2008
3
survey tuberkulosis nasional 2004, setiap 2,5 menit akan muncul satu penderita
tuberkulosis baru di Indonesia (Girsang 2002,Achmadi 2004, Aditama 2005).
Pada Kongres Nasional X PDPI di Surakarta,22 Juni 2005 dikatakan bahwa di
Indonesia diperkirakan 271/100.000 penduduk menderita TB paru sedangkan yang
sputumnya positif diperkirakan 122/100.000 penduduk( Hariadi , 2005). Diperkirakan
juga akan ada 583.000 kasus baru/tahun dan 140.000 kematian/tahun menurut data
WHO 1999 ( Ahmad , Sulani , 2004).
Berdasarkan data dari tim eksternal TB monitoring mission Dirjen Kesehatan RI
pada acara Diseminasi Informasi tentang TB di kota Medan dikatakan lebih dari
seperempat juta kasus TB baru dite mui dan dari 140.000 kematian/tahun, artinya
setiap empat menit penderita meninggal ak ibat TB di Indonesia dan di kota Medan
menurut Kasubdin Pencegahan Penyakit Di nas Kesehatan Kota Medan pada 2005
ada 2573 kasus dimana 1902 diantaranya dengan BTA positif (Sukarni H, 2006).
Pada tahun 1993, WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TB, karena
pada sebagian besar negara di dunia, pe nyakit TB tidak terkendali. Ini disebabkan
banyaknya penderita yang tidak berhasil disembuhkan terutama penderita menular
(BTA positif) dan diperkirakan pada tahun 200 5, 12 juta kasus akan teridentifikasi di
seluruh dunia ( Guneylioglu , 2004).
Risiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberkulosis Infection= ARTI) di
Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1-3 %. Pada daerah dengan
ARTI sebesar 1 % berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10 (sepuluh) orang
akan terinfeksi dimana sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi
penderita TB, hanya sekitar 10 % dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita
TB (Depkes RI,2002).
Suwarno Usman : Konversi BTA Pada Penderita TB Paru Kategori I Dengan Berat Badan Rendah Dibandingkan..., 2008
USU e-Repository © 2008
4
Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi penderita TB adalah
karena gizi buruk, berat badan rendah se hingga daya tahan tubuh rendah atau
HIV/AIDS (Depkes RI, 2002).
Pemerintah telah menetapkan kebijakan operasional dalam pemberantasan TB
paru bahwa target program adalah angka konversi BTA dahak pada akhir pengobatan
tahap Intensif minimal 80 % dan angka kesembuhan minimal 85 % dari kasus baru
BTA positif, dengan pemeriksaan sediaan dahak yang benar ( DEPKES RI 2002).
Masalah kesehatan masyarakat berkaitan erat dengan masalah kemiskinan.
Karena miskin orang jadi kurang gizi badan kurus daya tahan tubuh kurang, tinggal
ditempat kurang sehat, sulit menjangkau fasilitas kesehatan, prosedur pengobatan
yang berbelit-belit. Kesemuanya ini menyebabkan gagalnya pengobatan TB( Aditama
, 2005).
Bagian paru rumah sakit Pertamina Jakarta memaparkan contoh