Isikan Kata Kunci Untuk Memudahkan Pencarian

Gambaran Konflik Dan Reaksi Emosi Isteri Tahanan Dalam Menjalankan Peran Gandanya Di Keluarga

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Reinhold Neibuhr seorang tokoh filsafat menyatakan,”misteri kehidupan
dipahami dalam makna, walaupun tidak ada pernyataan manusia mengenai makna
yang bisa sepenuhnya memecahkan misteri tersebut.” (Huijbers,1986). Perkawinan
adalah salah satu titik permulaan dari misteri kehidupan. Komitmen laki laki dan
perempuan untuk menjalani sebagian kecil dari perjalanan hidup ( Ibrahim, 2002)
dengan peran baru mereka, yaitu menjadi suami dan isteri.
Setiap pasangan, pada dasarnya telah memiliki peran yang terbagi berdasarkan
jenis kelamin atau peran jenis (sex role) (Shaevitz, 1988). Peran jenis kelamin ini
menurut Swerdolf (1988) diartikan sebagai peran yang dilakukan individu didasarkan
perbedaan jenis kelamin.
Sandra Bem (Myers, 1995) mengemukakan teorinya tentang pembagian kerja
berdasarkan jenis kelamin, bahwa dalam satu keluarga ada dua fungsi yang harus
dikembangkan secara khusus yaitu mendidik anak dan memproduksi makanan.
Sebuah rancangan keluarga yang terdiri dari seorang laki laki dan seorang wanita,
maka akan sangat menguntungkan apabila salah satu fungsi dalam keluarga tersebut
diberikan kepada satu jenis kelamin dan fungsi lainnya kepada jenis kelamin yang
lain.
Hoffman (Astuti, 1999) berpendapat, apabila seorang ingin mencapai penyesuaian
perkawinan yang berhasil, maka ia dan pasangannya harus dapat memainkan peranan
untuk saling memuaskan berdasarkan kepuasan yang diperolehnya dari peran peran
yang dimainkan. Bila dipandang sebagai suatu sistem perkawinan dapat berarti bahwa
tiap tiap pasangan tidak hanya menyadari keinginan keinginannya, tetapi
memperhatikan pula hal hal yang diinginkan pasangannya dan bagaimana
pasangannya bereaksi terhadap keinginan keinginannya.
Konsekuensi dari lahirnya pembagian peran tersebut adalah munculnya tradisi
dan budaya yang menuliskan rentetan perjalanan sejarah panjang tentang fungsi peran
seorang wanita (isteri) dalam rumah tangga. Sejarah yang telah dikuasai budaya
patriarkal (maskulinitas kompleks) Ibrahim (2002), pada akhirnya menciptakan satu
sistem dikotomi pembagian kerja (baca: pembatasan peran) yang secara empirik
menempatkan perempuan di sisi sekunder. Perempuan menempati wilayah domestik
keluarga, sementara wilayah publik bagi laki laki.
Wanita yang dituntut sebagai isteri sejati dalam keharusannya memfokuskan diri
hanya pada urusan domestik rumah tangga, menurut William Glasser dalam (Santoso,
2004) mempunyai kecenderungan terisolasi, membiarkan diri mereka terkucil dari
persahabatan dan pergaulan dunia luar. Simon de Beavior dalam Ibrahim (2002)
menyatakan bahwa wanita banyak mengalami penurunan tingkat rasional dan sosial
akibat dari (kurungan) tugas tugas rumah tangga seperti mengurus suami dan anak-
anak, memasak, menjahit, mencuci dan sebagainya. Wanita mengalami keletihan
terhadap banyaknya kewajiban yang harus ia jalankan sehingga mereka tidak sempat
untuk mencermati kebutuhan bersosialisasi dan memberdayakan diri. Wanita secara
sadar memposisikan diri sebagai pengatur rumah tangga yang jauh dari kewajiban
untuk membantu suami dalam menambah pendapatan keluarga. Selain itu banyak
suami yang menekankan agar isteri lebih baik diam di rumah.
Konsep di atas mungkin dapat berlaku dengan baik bagi keluarga dengan tingkat
ekonomi cukup mapan dan isteri memang dapat menerima perannya yang utuh di
wilayah domestik. Namun di beberapa keluarga yang mempunyai tingkat pendapatan
rendah banyak yang kemudian mewajibkan isteri untuk mencari tambahan nafkah
keluarga. (Amalia, 1997). Di India banyak wanita harus bekerja di pagi hari sebagai
buruh pabrik bahkan sebagai kuli bangunan dikarenakan himpitan ekonomi keluarga.
Sedangkan di waktu malam ia harus mengurusi semua kebutuhan suami dan anak-
anaknya, hingga tidak ada waktu bagi isteri isteri tersebut untuk beristirahat. Kaur
dalam Gandhi (2000). Amrit Kaur juga menyatakan bahwa banyak di antara wanita
tersebut yang merasa kelelahan, secara psikis merasa mendapat beban tanggung
jawab lebih besar selagi suaminya dilihat kurang/ tidak bisa bertanggungjawab.
Perasaan terbebani dan diperlakukan tidak adil bisa menjadi sumber konflik dan
stress yang berkepanjangan bila tidak pernah diselesaikan.
Whiddon (2000) dalam artikelnya menuliskan tentang bahwa banyak dari
kalangan isteri yang akhirnya memilih untuk mengakhiri kehidupan berumah tangga,
karena banyaknya tanggung jawab yang harus dijalankan. Isteri isteri yang juga
melaksanakan tanggung jawab mencari nafkah tersebut lebih banyak memilih untuk
mengurus anak mereka sendiri tanpa suami, daripada harus kerepotan berperan
menjadi ibu dan isteri dalam keluarga.
Persoalan ini juga dibenarkan oleh Gina Ibrahim (dalam harian Kompas, 15
Oktober 2001)
“Banyak di antara wanita bekerja yang mengalami stress karena tidak siap
dengan peran gandanya tersebut. Kalau saya sendiri memang dari dulu sudah
siap untuk berperan ganda. Makanya jika wanita tidak siap atau tidak mau
berperan ganda, tidak perlu memaksakan diri untuk berperan ganda.”
Merunut tentang bagaimana seharusnya pasangan menjalankan perannya masing-
masing pada uraian sebelumnya, maka statement dari Gina sangatlah masuk akal.
Peran ganda tidak akan menjadi problematika berarti jika suami maupun isteri sama-
sama menginginkan suatu model pembagian peran tersendiri dalam keluarga. Namun
bagaimana jika friksi friksi yang terjadi adalah sebuah pengambilan keputusan dari
isteri untuk berperan ganda dikarenakan suami harus menjalani sebuah proses hukum
negara di lembaga pemasyarakatan? Tentu akan lain ceritanya
Seorang isteri yang harus menerima dan mendapatkan julukan yang tentu saja
semua wanita akan menolak untuk menerimanya, isteri tahanan. Julukan yang
mengandung arti negatif, suram, seram dan kasihan, dibandingkan dengan julukan
isteri polisi, isteri dokter atau profesi bergengsi lainnya. Seorang isteri yang
menjalani bentuk lain dari sebuah perceraian, berpisah dari suami dan harus menjadi
kepala keluarga, berfungsi menjadi ibu sekaligus ayah bagi anak anak mereka. Isteri
tiba tiba harus berperan ganda dan mengambil tanggung jawab penuh dalam keluarga,
baik dalam bidang pendidikan, cara mengambil keputusan yang tepat untuk
kelangsungan keluarga, menguatkan anggota keluarga atas persoalan yang dihadapi
terutama atas stigma masyarakat dan masih harus menjalankan perannya sebagai
seorang pendamping yang baik bagi suami.
Tugas peran ganda tersebut mau tidak mau harus isteri jalankan. Tugas tersebut
menjadi sebuah tuntutan yang mutlak bagi seorang ibu. Tidak hanya kewajiban untuk
mencari uang semata, namun juga kewajiban berperan penuh sebagai ibu sekaligus
ayah dalam keluarga. Satu aspek yang akan penulis tinjau disini adalah bagaimana
peran ganda seorang wanita yang berstatus sebagai isteri tahanan?
Peran menjadi orang tua tunggal temporal (Temporaly Single Parents) karena
perceraian temporal, yang oleh Whiddhon ( 2000) disebut sebagai temporaly divorce,
begitulah kira kira keadaan para isteri tahanan tersebut. Whiddon (2000) menuliskan
tentang keadaan menjadi orang tua tunggal yang tidak direncanakan sebelumnya
(baca: bukan karena pilihan untuk menjadi single parent) banyak mengakibatkan
konflik secara kejiwaan. Meskipun figur suami dalam keluarga tetap ada, namun
secara fungsi, sudah tidak dapat melaksanakan tanggung jawabnya secara penuh.
Gary Richmond dalam (Widdhon, 2000), bahwa banyak wanita dalam posisi
sebagai orang tua tunggal berada dalam keadaan frustasi dan takut akan nasib
keluarganya. Fear will often rear its head in the form of questions. “What will
happen to me?” “ How can the kids turn out good if they don’t have father in their
lifes? “What about my friends- will they still be my friends? The uncertainty of a new
life as a single parent can bring anormous fears. And when they failed in trying to be
“super parent” they will brought in the major frustrations situated. Kebanyakan di
antara wanita tersebut merasakan ketakutan akan bentuk kewajiban atas dua peran
yang harus ia kerjakan.
Konflik keluargapun sering tidak terhindarkan ketika seorang isteri harus
mengambil keputusan dalam keluarga tanpa adanya suami. Perselisihan pendapat
sering terjadi keluarga lain bahkan dengan anak anak mereka karena isteri belum atau
jarang membuat keputusan sendiri dalam keluarga, sehingga banyak wanita single
parent di Amerika dengan sengaja meninggalkan anak anak mereka tanpa asuhan
dikarenakan mereka tidak tahan dengan konflik konflik yang sering terjadi, yang pada
kajian lebih lanjut menyebabkan meningkatnya kriminalitas di Amerika oleh anak di
bawah umur. Kartika (2000)
Selain itu, konflik juga muncul ketika seorang ibu harus bekerja dikarenakan
keharusan mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga. Kondisi ini menurut Amalia
(1997) mudah menimbulkan stres karena bekerja bukanlah timbul dari keinginan diri
namun seakan tidak punya pilihan lain demi kelangsungan keluarga. Biasanya, para
ibu yang mengalami masalah ini cenderung mengalami konflik dan reaksi emosi
berupa perasaan sangat lelah (terutama secara psikis).
Penelitian Amalia (2001) menyebutkan bahwa wanita yang menjalankan peran
ganda, baik sebagai karyawan maupun ibu rumah tangga lebih sering dihinggapi stres
daripada pekerja wanita yang lajang. Selain itu disebutkan pula bahwa banyak wanita
yang menjalankan peran gandanya tidak mampu mengatasi stress yang datang
padanya terutama tuntutan untuk berprestasi dari perusahaan tempat wanita tersebut
bekerja atau tuntutan untuk mendapatkan penghasilan yang lebih banyak.
Penelitian ini menyebutkan bahwa 60% karyawan perempuan yang sudah
berkeluarga memutuskan untuk membawa anak ke tempat kerja karena alasan tidak
tega meninggalkan anak di rumah. Namun, sering terjadi anak justru mengganggu
ibunya ketika bekerja, sehingga menyebabkan karyawan tersebut semakin jauh dari
prestasi yang seharusnya diraih. Disebutkan pula bahwa karyawan wanita dalam
sebulan hanya masuk sekitar 20 hari, 69% di antaranya adalah karyawan wanita yang
sudah berkeluarga dan mempunyai anak sedangkan 31%nya adalah wanita lajang.
Kebanyakan dari mereka tidak masuk tanpa alasan.
Penelitian ini juga menyebutkan bahwa dari 10 karyawan yang tertangkap pernah
mencuri atau mengutil, delapan di antaranya adalah pekerja wanita yang sudah
berkeluarga dan mempunyai anak, satu pekerja pria lajang dan satu pekerja
perempuan lajang.
Penelitian di Amerika menyebutkan bahwa para akademisi wanita berpendapat
bahwa 65% wanita bekerja mempunyai masa depan lebih suram. Mereka banyak
mengalami konflik dalam pekerjaannya akibat stress yang dirasakan. Kebanyakan di
antara mereka tidak bisa menyesuaikan diri dalam bekerja, kurang dapat mengambil
keputusan dengan tepat, mudah dihasut dan lain sebagainya. Hanya 35 % lainnya
akan memperoleh karir yang gemilang karena para wanita itu bekerja atas dasar ingin
mengaktualisasikan dirinya, sehingga secara kreatif mereka bisa memberdayakan diri.
( Dhammanandi, 2002)
Penelitian penelitian di atas memberikan sedikit gambaran mengenai persoalan-
persoalan yang terjadi ataupun dihadapi oleh wanita yang berperan ganda. Wanita
yang memilih untuk melakukan dua peran dalam kehidupannya. Sebagai seorang ibu
di rumah dan menjadi wanita yang dapat mencari uang di luar. Banyaknya persoalan
yang terjadi pada para isteri tersebut sebagian besar merupakan bentuk konflik dan
reaksi emosional, dikarenakan dua peran yang harus dijalankan. Kita ingat bahwa
kondisi yang terpaksa (bukan merupakan pilihan seseorang), akan sangat mudah
menimbulkan stress yang sekali lagi terkait dengan konflik konflik dan reaksi
emosional.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis juga akan mengungkap lebih jauh seperti
apakah konflik konflik dan reaksi emosi yang dialami oleh seorang isteri ketika ia
berperan ganda? Selain juga mengungkap tentang Bagaimana peran ganda seorang
wanita yang berstatus sebagai isteri tahanan? Oleh sebab itu dalam tulisan skripsi ini,
penulis berusaha untuk meneliti dan kemudian menggambarkan tentang konflik-
konflik dan reaksi emosi yang terjadi pada isteri khususnya isteri tahanan sehubungan
dengan peran ganda yang dilakukan. Selanjutnya penelitian ini diberi judul
GAMBARAN KONFLIK DAN REAKSI EMOSI ISTERI TAHANAN DALAM
MENJALANKAN PERAN GANDANYA DI KELUARGA.
File Selengkapnya.....

Teman KoleksiSkripsi.com

Label

Administrasi Administrasi Negara Administrasi Niaga-Bisnis Administrasi Publik Agama Islam Akhwal Syahsiah Akuntansi Akuntansi-Auditing-Pasar Modal-Keuangan Bahasa Arab Bahasa dan Sastra Inggris Bahasa Indonesia Bahasa Inggris Bimbingan Konseling Bimbingan Penyuluhan Islam Biologi Dakwah Ekonomi Ekonomi Akuntansi Ekonomi Dan Studi pembangunan Ekonomi Manajemen Farmasi Filsafat Fisika Fisipol Free Download Skripsi Hukum Hukum Perdata Hukum Pidana Hukum Tata Negara Ilmu Hukum Ilmu Komputer Ilmu Komunikasi IPS Kebidanan Kedokteran Kedokteran - Ilmu Keperawatan - Farmasi - Kesehatan – Gigi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Keperawatan Keperawatan dan Kesehatan Kesehatan Masyarakat Kimia Komputer Akuntansi Manajemen SDM Matematika MIPA Muamalah Olahraga Pendidikan Agama Isalam (PAI) Pendidikan Bahasa Arab Pendidikan Bahasa Indonesia Pendidikan Bahasa Inggris Pendidikan Biologi Pendidikan Ekonomi Pendidikan Fisika Pendidikan Geografi Pendidikan Kimia Pendidikan Matematika Pendidikan Olah Raga Pengembangan Masyarakat Pengembangan SDM Perbandingan Agama Perbandingan Hukum Perhotelan Perpajakan Perpustakaan Pertambangan Pertanian Peternakan PGMI PGSD PPKn Psikologi PTK PTK - Pendidikan Agama Islam Sastra dan Kebudayaan Sejarah Sejarah Islam Sistem Informasi Skripsi Lainnya Sosiologi Statistika Syari'ah Tafsir Hadist Tarbiyah Tata Boga Tata Busana Teknik Arsitektur Teknik Elektro Teknik Industri Teknik Industri-mesin-elektro-Sipil-Arsitektur Teknik Informatika Teknik Komputer Teknik Lingkungan Teknik Mesin Teknik Sipil Teknologi informasi-ilmu komputer-Sistem Informasi Tesis Farmasi Tesis Kedokteran Tips Skripsi