Isikan Kata Kunci Untuk Memudahkan Pencarian

Hubungan Antara Dukungan Sosial Dan Kepercayaan Diri Dengan Kecenderungan Fobia Pada Remaja Penyandang Cacat Tubuh

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Secara fitrah manusia diciptakan oleh Allah SWT memiliki sifat ketergantung
antara satu dengan yang lainnya. Mereka saling membutuhkan baik secara langsung
maupun tidak langsung, tidak hanya dengan sesama manusia saja tetapi juga dengan
makhluk lain yang ada di alam ini. Hal ini mendorong manusia untuk hidup bersama-
sama dalam satu kelompok, walaupun manusia berhadapan dengan kenyataan yang harus
disadari dan dipahami atas keberadaannya yang berbeda baik watak, karakter, nilai,
keyakinan dan sebagainya.
Manusia pada umumnya ingin mengadakan hubungan dengan lingkungan yaitu
orang-orang yang berada disekitarnya, baik sebagai tetangga, teman maupun kerabat.
Untuk menjalin interaksi dengan orang lain diawali dengan memahami, menerima diri
apa adanya. Demikian juga pada masa remaja dalam perkembangan sosialnya remaja di
hadapkan pada lingkungan masyarakat, remaja harus berperan sebagai anggota
masyarakat dan melakukan interaksi dengan sesamanya. Remaja sebagai makhluk sosial
pada dasarnya mempunyai jati diri yang khas dengan segala kelebihan dan
kekurangannya. Remaja memiliki berbagai kebutuhan yang berkhisar pada pengakuan
dan keberadaannya serta penghargaan atas harkat dan martabatnya. Kebutuhan sosial
tersebut di atas tercermin dalam berbagai bentuk perasaan seperti perasaan diterima oleh
orang lain, dengan siapa individu tersebut bergaul dan berinteraksi, begitu pula pada
remaja penyandang cacat tubuh juga menginginkan hal yang sama.
Kondisi fisik merupakan standar bagi remaja untuk berinteraksi dengan orang
lain. Remaja yang menderita cacat fisik lebih sulit menerima keadaan pada dirinya dan
seringkali menjadi tidak yakin dengan dirinya sendiri, karena pada masa remaja kondisi
fisik dan bentuk tubuh memiliki arti yang sangat penting, lebih-lebih bila kecacatan yang
dialaminya menghambat proses perkembangan dan proses kedewasaannya, menimbulkan
keraguan akan daya tarik fisik dan mendukung munculnya masalah dalam seksualitas
(Fuhrmann, 1990).
Remaja yang mengalami kekurangan pada bagian fisiknya akan mengalami
hambatan di dalam melakukan tugas perkembangannya, seperti: mencapai hubungan baru
dengan teman sebaya, mencapai peran sosial, menerima keadaan fisik, menggunakannya
secara efektif, mempersiapkan karier ekonomi, perkawinan dan keluarga, serta berusaha
mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya (Hurlock,
1997). Menurut Mangunsong (1998) remaja yang menderita cacat fisik akan merasa
sangat malu, berkecil hati, merasa tidak memiliki kepercayaan diri dan akan berpengaruh
pada keadaan psikologisnya.
Masyarakat cenderung mengasihani penderita cacat fisik dan beranggapan
bahwa mereka tidak dapat melakukan apa yang dilakukan oleh orang-orang normal pada
umumnya, bahkan tidak jarang masyarakat mengejek, mempergunjingkan keberadaan
para penderita cacat fisik tersebut. Fuhrmann (1990) menyatakan bahwa ada anggapan
negatif terhadap penyandang cacat fisik, penyandang cacat fisik dianggap kurang
beruntung, kehidupannya akan terhambat, terganggu, dan akan hancur selamanya.
Para penderita cacat fisik dalam masyarakat juga sering dipandang sebagai sosok
atau figur yang tidak berdaya dan tidak dapat mengerjakan sesuatu yang berarti, sehingga
terjadi diskriminasi. Menurut Lubis (1993), sikap diskriminatif ini cukup berperan
sebagai penyebab kemiskinan, serta keadaan terisolasi dari masyarakat luas dan
membuka peluang bagi penyandang cacat fisik untuk menilai dirinya sendiri tidak
semampu orang normal, membuat mereka tidak percaya diri dengan keadaan yang
menimpa dirinya. Surwanti (1993) menambahkan permasalahan umum yang dihadapi
oleh penyandang cacat tubuh adalah keterbatasan mobilitas, menyebabkan penyandang
cacat tubuh kurang leluasa dalam menjalani hubungan pergaulan secara luas. Penampilan
jasmani sering dirasakan sebagai beban mental, sehingga permasalahan tersebut dapat
berkembang menjadi perasaan yang mengarah pada sifat-sifat negatif seperti sifat
pemalu, mudah putus asa, cemas, dan menarik diri dari lingkungan.
Kecemasan yang muncul pada saat akan berhubungan dengan orang lain
ditambah dengan adanya pengalaman ditolak oleh lingkungan, membawa ketakutan
tersendiri bagi penyandang cacat. Kondisi ini disebut kecenderungan fobia sosial yaitu
suatu kecenderungan memiliki rasa takut terhadap lingkungan yang berlebihan. Seperti
yang dikatakan oleh Davidoff (1987), fobia sosial adalah suatu ketakutan yang menetap
pada situasi tertentu yang memungkinkan individu diamati oleh orang lain dan individu
merasa tidak sanggup untuk mengendalikannya.
Kecenderungan fobia sosial dipengaruhi oleh lingkungan sosial, fobia timbul
karena stres yang dialami individu terhadap situasi sosial, refleksi sebagian kecemasan,
pengalaman yang traumatik terhadap situasi sosial yang ditakuti dan belajar dari
lingkungan (Coleman, Butche, and Carson, 1980). Individu yang memiliki perasaan
cemas, terlalu khawatir dalam interaksi sosial, tidak mampu melawan pengaruh dari
lingkungan dan merasa takut bila diawasi oleh orang lain dapat mempengaruhi
perkembangan dalam diri individu tersebut.
Individu yang mengalami kecenderungan fobia sosial mempunyai gejala
menghindar yang sangat kuat, dapat mengarah pada isolasi sosial, suka menyendiri dan
tidak berani untuk mengatasi sesuatu yang berhubungan dengan orang lain. Kondisi
demikian akan menghambat kesempatan untuk berkembang dalam pendidikan, karier,
dan berhubungan dengan orang lain.
Wilson (1996) mengatakan bahwa individu yang memiliki fobia sosial sangat
takut pada situasi sosial karena mereka merasa malu dan gelisah. Ketakutan yang timbul
disebabkan karena pernah mengalami trauma pada situasi sosial. Misalnya saja, ketika
individu dituntut untuk menghadapi lingkungan atau situasi baru dan asing bagi dirinya,
tidak sedikit yang merasa takut, cemas, gugup bila dirinya tidak dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungannya, sehingga lebih memilih untuk menghindar dari situasi tersebut.
Kemampuan untuk menyesuaikan terhadap lingkungan dan masyarakat
sekelilingnya tidak terbentuk dengan sendirinya. Kemampuan ini diperoleh dengan
kemauan, usaha dan dorongan dari orang lain yang dekat dengan diri individu. Keluarga
memiliki peranan yang sangat penting dalam penyesuaian diri. Bila keluarga dapat
menerima apa adanya maka individu tersebut dapat dengan mudah melakukan
penyesuaian diri dengan lingkungannya.
Sehingga dapat dikatakan penerimaan yang diperoleh dari lingkungan akan
memberikan pengaruh positif yang membuat individu semakin tertarik untuk lebih
melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan yang berbau sosial. Di lain pihak justru
penolakan yang diterima memberi pengaruh negatif, individu beranggapan bahwa orang
lain tidak akan berminat atau menghargai dirinya yang akhirnya individu menjadi tidak
mau berteman dan bersikap tidak bersahabat. Hal tersebut menyebabkan individu
menjadi cemas tentang pandangan orang lain sehingga menjadi takut untuk berbuat atau
berkomunikasi karena khawatir orang lain akan mengamati.
Dukungan sosial sebagai hubungan antar pribadi didalamnya terdapat satu atau
lebih ciri-ciri antara lain bantuan atau pertolongan dalam bentuk fisik, pertalian
emosional, pemberian informasi dan pujian (Etzion, 1984). Pengaruh lingkungan
keluarga maupun lingkungan pergaulan umumnya memiliki peran yang sangat besar.
Dari interaksi sosial yang dilakukan individu menjadi mengerti bahwa orang lain juga
memperhatikan, menghargai, dan mencintai dirinya.
Dukungan sosial diperoleh dari teman atau persahabatan dan keluarga. Dalam
hal ini orang tua memiliki peran yang sangat penting, orang tua harus memberikan kasih
sayang dan perhatian yang lebih besar pada anak yang cacat sehingga tidak mempunyai
perasaan terbuang atau tersingkir dari lingkungannya (Mangunsong, 1998). Sebaliknya,
orang tua yang kurang dapat menerima keadaan anak yang cacat seringkali merasa malu
untuk mengakui keberadaan anak dengan cara mencoba menyembunyikan anak yang
cacat dari dunia luar.
Tidak adanya dukungan sosial atau dari lingkungannya akan menjadikan
penyandang cacat tubuh selalu berpikiran negatif, apalagi jika ditambah dengan anggapan
negatif dari lingkungan atau masyarakat, sehingga dapat menimbulkan kecemasan ketika
melakukan interaksi dengan orang lain dan penyandang cacat tubuh merasa segala
perilakunya akan diamati oleh orang lain serta akan mempermalukan dirinya sehingga
dapat menimbulkan kecenderungan fobia sosial.
Adanya dukungan sosial berupa penerimaan yang diperoleh dari lingkungan
keluarga maupun pergaulan dapat menumbuhkan rasa percaya diri pada individu.
Kepercayaan diri memegang peran penting bagi kesuksesan seseorang, karena dengan
kepercayaan diri yang baik seseorang akan mengaktualisasikan potensi dirinya dengan
baik pula. Lauster (1997) mengatakan bahwa kebutuhan manusia yang paling penting
adalah kebutuhan akan kepercayaan diri dan superioritas. Kepercayaan yang ada pada diri
seseorang merupakan suatu langkah awal dalam mengerjakan atau bertindak untuk
menghadapi permasalahan yang ada pada individu.
Kepercayaan diri merupakan suatu kebutuhan pada pribadi-pribadi baik dalam
suatu pergaulan maupun dalam bermasyarakat, kepercayaan diri akan mempengaruhi
bentuk penampilan dan tingkah laku seseorang, serta dapat mengendalikan rasa cemas,
takut dan rendah diri ketika akan berhubungan dengan orang lain. Individu yang
mempunyai kepercayaan diri kurang, terlihat serba ragu-ragu untuk bertindak (Lauster,
1997).
Adanya kepercayaan diri yang tinggi serta adanya dukungan moril dari
lingkungan membuat remaja penyandang cacat tubuh berani untuk tampil di depan orang
lain tidak bergantung dengan orang lain, optimis dalam pergaulan tanpa ada rasa cemas
ketika berinteraksi dengan orang lain meskipun dirinya cacat, sehingga kecenderungan
fobia sosial tidak akan timbul dalam diri penyandang cacat.
Dari pendapat-pendapat di atas, dapat diasumsikan bahwa kecenderungan fobia
sosial erat kaitannya dengan dukungan sosial dan kepercayan diri yang dimiliki oleh
individu penyandang cacat tubuh. Kecenderungan fobia sosial lebih mudah terjadi
apabila individu tersebut ditolak oleh lingkungan sosialnya sehingga remaja merasa tidak
berharga, rendah diri dan gagal dalam penyesuaian diri. Keadaan ini didukung oleh
kecemasan yang mengakibatkan stres atau ketegangan batin yang kuat dan kronis
sehingga penyandang cacat tubuh mengalami kecenderungan fobia sosial.
Berdasarkan pengamatan penulis dilapangan, ada beberapa remaja penyandang
cacat tubuh mempunyai penyesuaian diri yang baik. Untuk dapat mengendalikan dirinya
dan menerima kenyataan yang ada dengan segala kelemahannya dan berusaha mencapai
ke arah positif. Hal ini dapat dilihat pada individu yang memiliki kemampuan berprestasi,
misalnya berani memberikan pidato, memperlihatkan kemampuan menjahit pakaian dan
sebagainya. Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalahnya “Apakah ada
hubungan antara dukungan sosial dan kepercayaan diri dengan kecenderungan fobia
sosial?”


B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
File Selengkapnya.....

Teman KoleksiSkripsi.com

Label

Administrasi Administrasi Negara Administrasi Niaga-Bisnis Administrasi Publik Agama Islam Akhwal Syahsiah Akuntansi Akuntansi-Auditing-Pasar Modal-Keuangan Bahasa Arab Bahasa dan Sastra Inggris Bahasa Indonesia Bahasa Inggris Bimbingan Konseling Bimbingan Penyuluhan Islam Biologi Dakwah Ekonomi Ekonomi Akuntansi Ekonomi Dan Studi pembangunan Ekonomi Manajemen Farmasi Filsafat Fisika Fisipol Free Download Skripsi Hukum Hukum Perdata Hukum Pidana Hukum Tata Negara Ilmu Hukum Ilmu Komputer Ilmu Komunikasi IPS Kebidanan Kedokteran Kedokteran - Ilmu Keperawatan - Farmasi - Kesehatan – Gigi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Keperawatan Keperawatan dan Kesehatan Kesehatan Masyarakat Kimia Komputer Akuntansi Manajemen SDM Matematika MIPA Muamalah Olahraga Pendidikan Agama Isalam (PAI) Pendidikan Bahasa Arab Pendidikan Bahasa Indonesia Pendidikan Bahasa Inggris Pendidikan Biologi Pendidikan Ekonomi Pendidikan Fisika Pendidikan Geografi Pendidikan Kimia Pendidikan Matematika Pendidikan Olah Raga Pengembangan Masyarakat Pengembangan SDM Perbandingan Agama Perbandingan Hukum Perhotelan Perpajakan Perpustakaan Pertambangan Pertanian Peternakan PGMI PGSD PPKn Psikologi PTK PTK - Pendidikan Agama Islam Sastra dan Kebudayaan Sejarah Sejarah Islam Sistem Informasi Skripsi Lainnya Sosiologi Statistika Syari'ah Tafsir Hadist Tarbiyah Tata Boga Tata Busana Teknik Arsitektur Teknik Elektro Teknik Industri Teknik Industri-mesin-elektro-Sipil-Arsitektur Teknik Informatika Teknik Komputer Teknik Lingkungan Teknik Mesin Teknik Sipil Teknologi informasi-ilmu komputer-Sistem Informasi Tesis Farmasi Tesis Kedokteran Tips Skripsi