Isikan Kata Kunci Untuk Memudahkan Pencarian

Hubungan Antara Persepsi Terhadap Sikap Over Protective Orang Tua Dengan Kecenderungan Perilaku Menyimpang Pada Remaja

BAB I

PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan zaman yang semakin modern berpengaruh terhadap

penyesuaian diri manusia. Pada saat manusia belum dapat menyesuaikan diri

dengan situasi yang baru, ia sudah dihadapkan pada situasi lain. Norma-norma

masyarakat yang dahulu dijunjung tinggi sedikit demi sedikit terkikis oleh

perkembangan zaman. Arus informasi yang begitu deras, baik melalui media

cetak, film, televisi, maupun internet mengenai segala sesuatu yang berhubungan

dengan perilaku menyimpang mempunyai dampak yang luar biasa terhadap

budaya suatu bangsa. Informasi perilaku tersebut akan menimbulkan akulturasi

atau perkawinan budaya. Dibanding zaman orde lama, terlihat masyarakat kita,

terutama di perkotaan, menjadi jauh lebih modern atau permisif dalam hal

perilaku menyimpang.

Sebagai contoh fenomena yang saat ini sering terjadi, dimana remaja

membunuh orang tuanya sendiri karena ia tidak diperbolehkan pergi bersama

teman-temannya untuk merayakan ulang tahun di sebuah diskotik (Opini, 2005).

Seorang remaja membacok teman sendiri hingga tewas disebabkan perang mulut

atau cekcok setelah minum-minuman keras (Solo Pos, 2005).

Berdasarkan fenomena-fenomena yang saat ini sering terjadi, seringkali

muncul di dalam benak kita, siapa yang harus dipersalahkan dalam hal ini. Namun

bila kita kaji lebih lanjut, dalam membentuk perilaku remaja, keluarga merupakan

pusatnya pendidikan perilaku remaja.

Keluarga adalah sebagai sebuah institusi yang terbentuk karena ikatan

perkawinan. Di dalamnya hidup bersama pasangan suami-istri secara sah karena

pernikahan. Mereka hidup bersama sehidup semati, ringan sama dijinjing, berat

sama dipikul, selalu rukun dan damai dengan suatu tekad dan cita-cita untuk

membentuk keluarga bahagia dan sejahtera lahir dan batin (Sochib, 1998).

Pengertian keluarga dapat ditinjau dari dimensi hubungan darah dan

hubungan sosial. Keluarga dalam dimensi hubungan darah merupakan suatu

kesatuan yang diikat oleh hubungan darah antara satu dengan lainnya.

Berdasarkan dimensi hubungan darah ini, keluarga dapat dibedakan menjadi

keluarga besar dan keluarga inti. Keluarga adalah kelompok primer yang paling

penting dalam masyarakat. Sedangkan dalam dimensi hubungan sosial, keluarga

merupakan suatu kesatuan yang diikat oleh adanya saling berhubungan atau

interaksi dan saling mempengaruhi antara satu dengan lainnya, walaupun di antara

mereka tidak terdapat hubungan darah (Djamarah, 2003).

Tetapi dalam konteks keluarga inti, secara psikologis, keluarga adalah

sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama dan

masing-masing anggota merasakan adanya pertautan batin sehingga terjadi saling

mempengaruhi, saling memperhatikan, dan saling menyerahkan diri. Sedangkan

dalam pengertian paedagogis, keluarga adalah satu manusia persekutuan hidup

yang dijalin oleh kasih sayang antara pasangan dua jenis yang dikukuhkan dengan

pernikahan, yang bermaksud untuk saling menyempurnakan diri (Sobur, 2003).

Pada dasarnya keluarga itu adalah sebuah komunitas dalam "satu atap".

Kesadaran untuk hidup bersama dalam satu atap sebagai suami-istri dan saling

interaksi dan berpotensi punya anak akhirnya membentuk komunitas baru yang

disebut keluarga. Karenanya keluarga pun dapat diberi batasan sebagai sebuah

group yang terbentuk dari perhubungan laki-laki dan wanita, perhubungan mana

sedikit banyak berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak-

anak. Jadi, keluarga dalam bentuk yang murni merupakan satu kesatuan sosial

yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak yang belum dewasa. Satuan ini

mempunyai sifat-sifat tertentu yang sama, di mana saja dalam satuan masyarakat

manusia (Hartono dan Azis, 1993).

Ketika sebuah keluarga terbentuk, komunitas baru karena hubungan darah

pun terbentuk pula. Di dalamnya ada suami, istri dan anak sebagai penghuninya.

Saling berhubungan, saling berinteraksi di antara mereka melahirkan dinamika

kelompok karena berbagai kepentingan, yang terkadang bisa memicu konflik

dalam keluarga. Misalnya konflik antara suami-istri, konflik antara ayah dan anak,

konflik antara ibu dan anak, dan konflik antara anak dan anak, bahkan konflik

antara ayah, ibu dan anak (Hartono dan Azis, 1993). Oleh karena itu, konflik

dalam keluarga harus diminimalkan untuk mewujudkan keluarga seimbang.

Keluarga seimbang adalah keluarga yang ditandai oleh keharmonisan hubungan

(relasi) antara ayah dan ibu, antara ayah dan anak, serta antara ibu dan anak.

Setiap anggota keluarga tahu tugas dan tanggung jawab masing-masing dan dapat

dipercaya (Djamarah, 2003).

Dalam rangka untuk membangun keluarga yang berkualitas tidak terlepas

dari usaha anggota keluarga untuk mengembangkan keluarga yang berkualitas

yang diarahkan pada terwujudnya kualitas keluarga yang bercirikan kemandirian

keluarga dan ketahanan keluarga. Sedangkan penyelenggaraan pengembangan

keluarga yang berkualitas ditujukan agar keluarga dapat memenuhi kebutuhan

spirituil dan materiil sehingga dapat menjalankan fungsi keluarga secara optimal.

Sedangkan fungsi keluarga itu sendiri berkaitan langsung dengan aspek-aspek

keagamaan, budaya, cinta kasih, melindungi, reproduksi, sosialisasi dan

pendidikan, ekonomi, dan pembinaan lingkungan (Peraturan Pemerintah, 1994).

Keluarga adalah ladang terbaik dalam penyemaian nilai-nilai agama.

Orang tua memiliki peranan yang strategis dalam mentradisikan ritual keagamaan

sehingga nilai-nilai agama dapat ditanamkan ke dalam jiwa anak (Djamarah,

2003).

Sejak kecil anak dibesarkan dalam lingkungan keluarga dan sebagian besar

waktunya ada dalam keluarga. Bila keluarga dalam keadaan normal,

perkembangan mental anak juga akan normal. Namun bila keadaan keluarga tidak

normal maka akan berakibat negatif atau paling tidak akan mendorong anak

cenderung ke arah perkembangan mental yang negatif pula. Hal ini penting,

karena pada masa ini anak ingin tahu segala sesuatu yang baru dan ingin sekali

mencoba hal-hal yang baru. Pada masa ini, emosi anak yang belum stabil

membuat anak melakukan hal-hal tertentu yang tidak memandang segi baik dan

buruk akibat yang ditimbulkannya. Tugas orang tua melalui pendidikan dan

perlindungan yang efektif adalah menuntun dan mengarahkan anak meniti

kehidupan agar tidak terjerumus dalam hal-hal yang tidak diinginkan atau

mengarah pada perilaku menyimpang (Ahmadi, 1991).

Peran orang tua dalam pendidikan anak tidak bisa dipisahkan. Karena

selama ini telah diakui bahwa keluarga adalah salah satu dari Tri Pusat

Pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan secara kodrati. Menurut Buseri

(2003) pendidikan di lingkungan keluarga berlangsung sejak anak lahir, bahkan

setelah dewasa pun orang tua masih berhak memberikan nasihatnya kepada anak.

Anak pertama kali berkenalan dengan ibu dan ayah, saudara-saudara serta anggota

keluarga lainnya. Melalui komunikasi itulah terjadi proses penerimaan

pengetahuan dan nilai-nilai apa saja yang hidup dan berkembang di lingkungan

keluarga. Semua yang diterima dalam fase awal itu akan menjadi referensi

kepribadian anak pada masa-masa selanjutnya. Oleh sebab itu, keluarga dituntut

untuk merealisasikan nilai-nilai yang positif.

Pendidikan dalam keluarga memiliki nilai strategis dalam pembentukan

kepribadian anak. Sejak kecil anak sudah mendapat pendidikan dari kedua orang

tuanya melalui keteladanan dan kebiasaan hidup sehari-hari dalam keluarga, baik

tidaknya keteladanan yang diberikan dan bagaimana kebiasaan hidup orang tua

sehari-hari dalam keluarga akan mempengaruhi perkembangan jiwa anak.

Keteladanan dan kebiasaan yang orang tua tampilkan dalam bersikap dan

berperilaku tidak terlepas dari perhatian dan pengamatan anak. Meniru kebiasaan

hidup orang tua adalah suatu hal yang sering anak lakukan, karena memang pada

masa perkembangannya, anak selalu ingin menuruti apa-apa yang orang tua

lakukan. Anak selalu ingin meniru ini dalam pendidikan dikenal dengan istilah

anak belajar melalui imitasi (Rakhmad, 2001).

Pendapat di atas tidak dapat dibantah, karena memang dalam

kenyataannya anak suka meniru sikap dan perilaku orang tua dalam keluarga.

Dorothy Law Nolte misalnya, sangat mendukung pendapat di atas. Melalui

sajaknya yang berjudul "Anak belajar dan kehidupan" dia mengatakan bahwa:

Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki. Jika anak dibesarkan

dengan permusuhan, ia belajar berkelahi. Jika anak dibesarkan dengan cemoohan,

ia belajar rendah din. Jika anak dibesarkan dengan penghiaan, ia belajar menyesali

diri. Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri. Jika anak

dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri. Jika anak dibesarkan dengan

pujian, ia belajar menghargai. Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya

perlakuan, ia belajar keadilan. Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar

menaruh kepercayaan. Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar

menyenangi dirinya. Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan,

ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan (Djamarah, 2003).

Djamarah (2003) juga mengatakan bahwa orang tua dan anak adalah satu

ikatan dalam jiwa. Dalam keterpisahan raga, jiwa mereka bersatu dalam ikatan

keabadian. Tak seorang pun dapat mencerai beraikannya. Ikatan itu dalam bentuk

hubungan emosional antara anak dan orang tua yang tercermin dalam perilaku.

Setiap orang tua yang memiliki anak selalu ingin memelihara, membesarkan, dan

mendidiknya. Seorang ibu yang melahirkan anak tanpa ayah pun memiliki naluri

untuk memelihara, membesarkan, dan mendidiknya, meski terkadang harus

menanggung beban malu yang berkepanjangan. Sebab kehormatan keluarga salah

satunya juga ditentukan oleh bagaimana sikap dan perilaku anak dalam menjaga

nama baik keluarga. Lewat sikap dan perilaku anak nama baik keluarga

dipertaruhkan.

Dalam pandangan orang tua, anak adalah buah hati dan tumpuan di masa

depan yang harus dipelihara dan dididik. Memeliharanya dari segala mara bahaya

dan mendidiknya agar menjadi anak yang cerdas. Itulah sifat fitrah orang tua.

Sedangkan sifat-sifat fitrah orang tua yang lainnya, seperti diungkapkan oleh

Thalib (1999) adalah senang mempunyai anak, senang anak-anaknya salih,

berusaha menempatkan anak di tempat yang baik, sedih melihat anaknya lemah

atau hidup miskin, lebih memikirkan keselamatan anak daripada dirinya pada saat

terjadi bencana, senang mempunyai anak yang bisa dibanggakan, cenderung lebih

mencintai anak tertentu, menghendaki anaknya berbakti kepadanya, bersabar

menghadapi perilaku buruk anaknya.

Berdasarkan sifat fitrah orang tua yang telah disebutkan di atas, kadang

membuat para orang tua menjadi over protective kepada anak yang mana over

protective itu lebih banyak berbentuk tindakan, sikap dan perilaku orang tua yang

terlalu melindungi anak sehingga mereka mudah memarahi, menghardik, mencela

atau memberi hukuman fisik sekehendak hati kepada anaknya jika anaknya

melakukan kesalahan. Padahal penggunaan cara-cara seperti di atas secara

psikologis mendatangkan efek negatif bagi perkembangan jiwa anak. Efek negatif

dari celaan misalnya, dapat melahirkan kedengkian dan dendam bagi anak yang

dicela dan melahirkan sikap takabur bagi orang tua yang melakukan celaan.

Demikian juga memberikan sanksi berupa pukulan. Walaupun memukul dapat

dibenarkan oleh agama, tetapi tidak bisa dilakukan di sembarang tempat di tubuh

anak (Thalib, 1999).

Bila dikaji lebih jauh lagi, situasi dan kondisi lingkungan awal kehidupan

sanak yaitu keluarga (orang tua dan kerabat dekat), jelas mempengaruhi

pembentukan karakter, kebiasaan dan sikap hidup anak-anaknya. Dengan begitu,

kualitas perilaku menyimpang atau keseriusan penyakit-penyakit mental atau jiwa

yang disandang oleh para remaja itu merupakan produk langsung dari kebiasaan

keluarga yang buruk (Kartono, 2000).

Berdasarkan uraian di atas maka penulis membuat rumusan masalah :

Apakah ada hubungan antara persepsi terhadap sikap over protective orang tua

dengan kecenderungan perilaku menyimpang pada remaja? Untuk menjawab

pertanyaan tersebut penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul

“Hubungan antara persepsi terhadap sikap over protective orang tua dengan

kecenderungan perilaku menyimpang pada remaja”



B. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara persepsi terhadap sikap over

protective orang tua dengan kecenderungan perilaku menyimpang pada remaja.

2. Untuk mengetahui peranan persepsi terhadap sikap over protective orang tua

dengan kecenderungan perilaku menyimpang pada remaja.

3. Untuk mengetahui bagaimana persepsi terhadap sikap over protective orang

tua.

4. Untuk mengetahui bagaimana kecenderungan perilaku menyimpang pada

remaja.



C. Manfaat Penelitian


1. Bagi subjek penelitian. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan

informasi sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam menjalani

perkembangan baik fisik maupun psikis pada masa remaja dengan baik.

2. Bagi orang tua. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

tentang dampak dari pola asuh over protective, sehingga dapat mengantisipasi dan

mengontrol pergaulan putra-putrinya agar tidak salah bergaul.

3. Bagi pihak sekolah. Hasil penelitian ini memberikan data empiris sehingga

dapat digunakan sebagai masukan dalam menentukan kebijakan dalam

pengawasan kepada siswa agar dapat mengantisipasi dalam penanganan siswa

yang mempunyai kecenderungan perilaku menyimpang.

4. Bagi ilmuwan psikologi dan peneliti lain. Hasil penelitian ini dapat memberi

masukan bagi ilmuwan psikologi untuk menambah wawasan pada bidang

psikologi, yaitu berkaitan dengan hubungan antara persepsi terhadap sikap over

protective orang tua dengan kecenderungan perilaku menyimpang pada remaja.
File Selengkapnya.....

Teman KoleksiSkripsi.com

Label

Administrasi Administrasi Negara Administrasi Niaga-Bisnis Administrasi Publik Agama Islam Akhwal Syahsiah Akuntansi Akuntansi-Auditing-Pasar Modal-Keuangan Bahasa Arab Bahasa dan Sastra Inggris Bahasa Indonesia Bahasa Inggris Bimbingan Konseling Bimbingan Penyuluhan Islam Biologi Dakwah Ekonomi Ekonomi Akuntansi Ekonomi Dan Studi pembangunan Ekonomi Manajemen Farmasi Filsafat Fisika Fisipol Free Download Skripsi Hukum Hukum Perdata Hukum Pidana Hukum Tata Negara Ilmu Hukum Ilmu Komputer Ilmu Komunikasi IPS Kebidanan Kedokteran Kedokteran - Ilmu Keperawatan - Farmasi - Kesehatan – Gigi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Keperawatan Keperawatan dan Kesehatan Kesehatan Masyarakat Kimia Komputer Akuntansi Manajemen SDM Matematika MIPA Muamalah Olahraga Pendidikan Agama Isalam (PAI) Pendidikan Bahasa Arab Pendidikan Bahasa Indonesia Pendidikan Bahasa Inggris Pendidikan Biologi Pendidikan Ekonomi Pendidikan Fisika Pendidikan Geografi Pendidikan Kimia Pendidikan Matematika Pendidikan Olah Raga Pengembangan Masyarakat Pengembangan SDM Perbandingan Agama Perbandingan Hukum Perhotelan Perpajakan Perpustakaan Pertambangan Pertanian Peternakan PGMI PGSD PPKn Psikologi PTK PTK - Pendidikan Agama Islam Sastra dan Kebudayaan Sejarah Sejarah Islam Sistem Informasi Skripsi Lainnya Sosiologi Statistika Syari'ah Tafsir Hadist Tarbiyah Tata Boga Tata Busana Teknik Arsitektur Teknik Elektro Teknik Industri Teknik Industri-mesin-elektro-Sipil-Arsitektur Teknik Informatika Teknik Komputer Teknik Lingkungan Teknik Mesin Teknik Sipil Teknologi informasi-ilmu komputer-Sistem Informasi Tesis Farmasi Tesis Kedokteran Tips Skripsi