Isikan Kata Kunci Untuk Memudahkan Pencarian

Kebermaknaan Hidup Pada Pekerja Seks Komersial Yang Mengikuti Rehabilitasi di Panti Rehabilitasi Sosial

BAB I

PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Masalah

Dunia prosititusi sebagai mata pencaharian para pekerja seks komersial

merupakan sudah sangat tua usianya, setua umur manusia itu sendiri. Pelacuran

merupakan tingkah laku lepas bebas tanpa kendali dan cabul, karena adanya

pelampiasan nafsu seks dengan lawan jenisnya tanpa mengenal batas-batas kesopanan

Masalah prostitusi merupakan masalah nasional dan atau sosial. Sebagian

besar masyarakat sering membicarakan, mengingat besarnya dampak yang

ditimbulkan masalah yang berskala nasional ini memiliki dimensi yang sangat

kompleks sebab berkaitan erat dengan masalah penyimpangan tatanan nilai dan

norma agama, budaya masyarakat serta terkait erat dengan masalah ekonomi,

ketertiban, keamanan, kesehatan dan sebagainya. Masalah pelacuran bukan masalah

sederhana. Sangat kompleks. Latar belakang orang terlibat dalam dunia pelacuran

bermacam-macam. Baik dari segi pelacurnya, pelanggan, perantara, beking,

pengelola, pemetik manfaat (Kartono, 1992)

Manurut Prasetyaningrum (1999) searah dengan semakin majunya teknoloogi

dan informasi serta kecenderungan masyarakat yang semakin pragmatis untuk

memenuhi kebutuhan ekonominya, maka “industri” seks komersial semakin

kompleks dengan pengelolaan semakin profesional. Perputaran jual beli seks ini

cukup menggiurkan yaitu US $ 3 Milyar. Namun yang paling memprihatinkan dari

semua itu adalah semakin banyaknya pelacur anak-anak yang ditemukan. Menurut

Farid (Prasetyaningrum. 1999) sekitar 30 % dari total pekerja seks di Indonesia

adalah anak-anak. Menurut Jone, (Prasetyaningrum, 1999) ada lebih dari 150.000

anak yang melacur ataur dilacurkan. Menurut Koentjoro (1999), meningkatnya

fenomena pelacuran sejalan dengan terjadinya krisis ekonomi yang berkepanjangan,

dan akhirnya menjadi krisis multi dimensional, sehingga mempengaruhi pelacuran.

Hal ini mendorong pemerintah untuk lebih serius lagi mengembangkan program-

program penanganan masalah pelacuran serta mencari terobosan baru untuk berpacu

dengan semakin meningkatnya jumlah pekerja seks komersial.

Menurut Zaenal (2003), pada tahun 2003, jumlah PSK di bawah usia 18 tahun

sesuai urutannya Surabaya di urutan 1 dengan sekitar 4.990 pelacur ABG, Bandung

ada 2.511 anak, di Semarang jumlahnya 1.623 orang, di Jakarta sendiri ada 1.244

anak, sedang di Yogyakarta terhitung hanya 520 anak. Sementara di Solo dari 50

PSK yang sedang mengikuti pembinaan petugas, 30% diantaranya berusia di bawah

20 tahun. Konon, menurut ILO bahwa jumlah aslinya bisa lebih membengkak dari

data di atas, sebab banyak sekali praktek prostitusi ilegal yang tidak terdata.

Pekerja seks komersial baik yang ada di dalam lokalisasi dan di luar lokalisasi

(liar) mereka sama-sama berdampak yang tidak baik bagi keamanan dan ketertiban di

dalam masyarakat. Hal tersebut disebabkan bahwa dengan adanya PSK yang mangkal

di suatu tempat maka sekitar tempat tersebut akan menjadi ramai dan suasana akan

menjadi tidak tertib dan juga di tempat tersebut rawan terhadap orang-orang mabuk

yang sering mengganggu siapa saja yang bisa dijumpai bahkan rawan perampasan,

penodongan. Bagi lingkungan lokalisasi sedikit ada perbedaan di mana suasananya

lebih bisa dikendalikan daripada lingkungan di luar lokalisasi (Koentjoro, 1999).

Bagi wanita menjadi PSK adalah pilihan yang berat, meski sebenarnya

banyak pilihan lain yang lebih bermartabat dibandingkan memilih menjadi PSK.

Memikirkan hidup merupakan langkah awal menuju kehidupan yang lebih baik.

Karena itu, mencari dan memilih kehidupan merupakan sesuatu yang fundamental

daam hidup manusia. Salah satunya adalah hasrat untuk hidup bermakna. Karena

hasrat untuk hidup bermakna merupakan motivasi utama dalam kehidupan ini. Hasrat

untuk hidup bermakna dapat dikembangkan dalam setiap keadaan, baik keadaan

normal maupun dalam penderitaan bahkan menjelang kematian sekalipun (Patnani,

1999).

Sejumlah penelitian di beberapa negara maju menunjukkan bahwa hasrat

untuk meraih hidup bermakna benar-benar dihayati setiap orang sebagai sesuatu yang

dirasakan penting dalam kehidupan manusia. Sementara itu, suatu pengumpulan

pendapat umum di Perancis menunjukkan 89% responsen percaya bahwa manusia

membutuhkan “sesuatu” demi hidupnya, 61% diantaranya merasa bahwa ada sesuatu

yang untuknya mereka rela untuk mati (Koeswara, 1992).
Pemaknaan seseorang terhadap dirinya sendiri maupun terhadap dunia

sekitarnya berkembang dari satu tahap kepada tahap yang lain. Erikson (dalam

Hartoko, 1998) membagi satu lingkaran kehidupan ke dalam delapan tahap

perkembangan. Setiap tahap ditandai oleh krisis yang unik, yang berupa polaritas

orientasi serta sikap alternatif terhadap kehidupan diri sendiri dan orang lain.

Pemaknaan seseorang ditata disekitar polaritas tersebut. Pada tahap akhir individu

berusaha memaknai hidup secara personal yang berpusat pada identitas keberadaan

diri yang ditandai dengan pengalaman baru dalam perkembangan otonomi dari

keluarga dan pengembangan identitas personal.

Makna hidup adalah hal-hal yang oleh seseorang dipandang penting,

dirasakan berharga dan diyakini sebagai sesuatu yang benar serta dapat dijadikan

tujuan hidupnya. Lebih lanjut Bastaman, (1997), mengemukakan kebermaknaan

hidup adalah kualitas penghayatan individu terhadap seberapa besar individu mampu

mengaktualisasikan potensi-potensi yang dimilikinya, menunjukkan corak kehidupan

yang penuh gairah dan optimisme dalam kehidupan sehari-hari serta seberapa jauh

individu telah berhasil mencapai tujuan-tujuan hidupnya dalam rangka memberi

makna atau arus kepada kehidupannya.

Ketika makna hidup telah ditemukan dan dipenuhi oleh seseorang, maka

orang itu akan merasakan kehidupan yang demikian berarti, bernilai dan berharga,

yang pada ujungnya akan menemukan kebahagiaan (happines), karena pada dasarnya

mereka telah menemukan tujuan hidupnya dengan pasti (Sushanti, 2002).
Di sisi lain persoalan wanita tuna susila di Solo selalu menjadi sorotan

masyarakat, bahkan setelah kompleks Silir ditutup, para wanita tuna susila itu kini

menjalar di jalanan dan tempat-tempat umum. Menjamurnya kafe, tempat karaoke,

diskotek, rumah musik dan sejenisnya di kota Solo juga ikut menambah subur

keberadaan para wanita tuna susila atau PSK. Berbagai razia petugas tentu saja belum

menyelesaikan masalah. Apa yang sebenarnya bisa dilakukan untuk mengatasi

praktik prostitusi tersebut ?

Bertolak hal tersebut di atas, pemerintah telah memberikan bantuannya

dengan cara membuka sebuah panti sosial yang tujuannya merehabilitasi para wanita

tuna susila yang ingin kembali ke jalan yang sesuai dengan norma agama dan aturan

di masyarakat. Di panti sosial ini para pekerja seks komersial diberikan beberapa

bimbingan yang meliputi bimbingan mental, bimbingan sosial dan ketrampilan serta

kemungkinan-kemungkinan menemukan makna dan arti hidupnya. Dalam keseharian,

setiap individu memiliki makna hidup yang berbeda-beda khususnya wanita tuna

susila.

Kenyataannya pada masa sekarang keberadaan wanita tuna susila atau PSK di

kota Solo semakin lama semakin banyak. Menjamurnya wanita tuna susila di Solo ini

merupakan efek dari belum adanya penghayatan dan orientasi positif terhadap nilai-

nilai hidup. Akibatnya aktivitas yang dijalani cenderung tidak disadari oleh tujuan

dan nilai-nilai hidup, yang akibatnya akan membuat para wanita tuna susila tersebut

lemah dan kehilangan semangat untuk mengatasi hambatan dalam mencari dan

menemukan makna hidup.
Berbagai persoalan tentang kebermaknaan hidup wanita tuna susila

khususnya di kota Solo saat ini sangat penting untuk dibahas secara mendalam

fenomenanya dan berbagai latar belakang dan bagaimana penanggulangannya serta

dampaknya bagi masyarakat luas. Hal ini tentu saja menarik untuk dikaji secara

ilmiah, oleh karena itu rumusan masalah yang ingin dikaji oleh peneliti yaitu :

“Bagaimana kebermaknaan hidup pada para pekerja seks komersial yang mengikuti

rehabilitasi di panti rehabilitasi sosial ?

Mengacu dari rumusan masalah tersebut peneliti ingin meneliti lebih lanjut

dengan mengadakan penelitian berjudul : “Kebermaknaan Hidup Pekerja Seks

Komersial yang mengikuti Rehabilitasi di Panti Rehabilitasi Sosial Wanita Utama

Surakarta”.



B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini antara lain :

File Selengkapnya.....

Teman KoleksiSkripsi.com

Label

Administrasi Administrasi Negara Administrasi Niaga-Bisnis Administrasi Publik Agama Islam Akhwal Syahsiah Akuntansi Akuntansi-Auditing-Pasar Modal-Keuangan Bahasa Arab Bahasa dan Sastra Inggris Bahasa Indonesia Bahasa Inggris Bimbingan Konseling Bimbingan Penyuluhan Islam Biologi Dakwah Ekonomi Ekonomi Akuntansi Ekonomi Dan Studi pembangunan Ekonomi Manajemen Farmasi Filsafat Fisika Fisipol Free Download Skripsi Hukum Hukum Perdata Hukum Pidana Hukum Tata Negara Ilmu Hukum Ilmu Komputer Ilmu Komunikasi IPS Kebidanan Kedokteran Kedokteran - Ilmu Keperawatan - Farmasi - Kesehatan – Gigi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Keperawatan Keperawatan dan Kesehatan Kesehatan Masyarakat Kimia Komputer Akuntansi Manajemen SDM Matematika MIPA Muamalah Olahraga Pendidikan Agama Isalam (PAI) Pendidikan Bahasa Arab Pendidikan Bahasa Indonesia Pendidikan Bahasa Inggris Pendidikan Biologi Pendidikan Ekonomi Pendidikan Fisika Pendidikan Geografi Pendidikan Kimia Pendidikan Matematika Pendidikan Olah Raga Pengembangan Masyarakat Pengembangan SDM Perbandingan Agama Perbandingan Hukum Perhotelan Perpajakan Perpustakaan Pertambangan Pertanian Peternakan PGMI PGSD PPKn Psikologi PTK PTK - Pendidikan Agama Islam Sastra dan Kebudayaan Sejarah Sejarah Islam Sistem Informasi Skripsi Lainnya Sosiologi Statistika Syari'ah Tafsir Hadist Tarbiyah Tata Boga Tata Busana Teknik Arsitektur Teknik Elektro Teknik Industri Teknik Industri-mesin-elektro-Sipil-Arsitektur Teknik Informatika Teknik Komputer Teknik Lingkungan Teknik Mesin Teknik Sipil Teknologi informasi-ilmu komputer-Sistem Informasi Tesis Farmasi Tesis Kedokteran Tips Skripsi