Isikan Kata Kunci Untuk Memudahkan Pencarian

Kreativitas Remaja Ditinjau Dari Persepsi Terhadap Pola Asuh Orang Tua

BAB I

PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan teknologi saat ini mengakibatkan persaingan antar bangsa

yang semakin ketat. Manusia dihadapkan dengan berbagai problem kehidupan yang

semakin rumit dan kompeks. Bangsa yang menguasai bidang-bidang ilmu

pengetahuan dan teknologi, ditunjang dengan sumber budaya yang lebih unggul dan

mendukung dapat menjadi negara yang lebih maju. Keunggulan tersebut dapat

tercapai jika sumber daya manusianya berkualitas. Namun dengan semakin

bervariasinya problem dalam kehidupan sehari-hari sangat dibutuhkan pula

pemecahan yang bervariasi pula.

Kreativitas menurut Mulyadi (dalam Artistika, 2005) adalah kemampuan

mendapatkan serangkaian alternatif jawaban. Berbeda dari kecerdasan, yang

menekankan pada diperoleh satu-satunya jawaban benar. Kreativitas menempati otak

sebelah kanan, sedangkan kecerdasan menempati otak sebelah kiri. Ketika individu

berusaha untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya dengan jalan yang umum

dan konvensional, maka ketika masalah yang dihadapi terlalu kompleks dan berbeda

individu akan merasa kesulitan menyelesaikannya.

Menurut para ahli, seseorang yang kreatif selalu melihat segala sesuatu

dengan cara berbeda dan baru, dan biasanya tidak dilihat oleh orang lain. Orang yang

kreatif, pada umumnya mengetahui permasalahan dengan sangat baik dan disiplin,

biasanya dapat melakukan sesuatu yang menyimpang dari cara-cara tradisional.

Proses kreativitas melibatkan adanya ide-ide baru, berguna, dan tidak terduga tetapi

dapat diimplementasikan.

Menurut Rahmawati (2001) kreativitas sebagai proses mental sebenarnya

telah ada pada diri setiap individu, namun potensi tersebut sering kurang atau bahkan

tidak muncul karena tidak adanya kesempatan. Kreativitas berhubungan erat dengan

kemampuan dan kekuatan untuk mengambangkan ide-ide baru. bahkan kreativitas

merupakan kecenderungan untuk menemukan ide dan alternatif atau kemungkinan

lain yang berguna untuk menyelesaikan masalah, mampu mengkomunikasikan

dengan orang lain dan dapat bersifat menyenangkan, baik bagi diri sendiri maupun

orang lain.

Remaja mempunyai peran yang penting dalam pembangunan bangsa dan

negara, karena remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat

membangun dan menghasilkan karya-karya yang berguna bagi negara. Di tangan para

remaja inilah bagaimana perkembangan suatu negara ditentukan. Remaja sebagai

generasi mendatang, diharapkan mampu menghadapi persaingan yang kian ketat. Hal

ini tidak lepas dari kreativitas yang dimiliki masing-masing remaja. Hasil dari cara

berpikir kreatif menunjukkan remaja menuju kearah pribadi yang matang

(Rahmawati, 2001).

Hurlock (1997) mengemukakan bahwa masa remaja adalah suatu masa

transisi dimana terjadi gejolak-gejolak dan perubahan-perubahan penting yang

dialami oleh remaja. Pada masa transisi ini remaja mempunyai kesempatan yang luas

dalam menggunakan dan meningkatkan potensi, kemampuan, bakat serta sumber

daya yang dimilikinya. Masa remaja juga merupakan masa dimana para remaja

dihadapkan dengan tantangan, persoalan serta hambatan dan kekangan yang dapat

datang dari luar diri individu.

Kreativitas yang dimiliki oleh setiap remajapun berbeda-beda, ada yang

mengatasi masalah yang dihadapinya dengan jalan yang biasa dan umum serta sering

digunakan orang lain. Ada pula yang menggunakan cara-cara yang tidak “biasa” dan

menggunakan ide-ide baru untuk menyelesaikan persoalan dengan melihat masalah

dari berbagai sudut pandang dan mengatasinya dengan ide-ide baru. Adanya

kebebasan berfikir dapat menimbulkan ide-ide baru dan memecahkan masalah

dengan jalan yang tidak biasa (Munandar, 1988).

Menurut Rogers (dalam Munandar, 1988) ada dua hal yang mempengaruhi

kreativitas yaitu kondisi internal dan kondisi eksternal. Dengan kata lain kreativitas

selain dipengaruhi dari aspek dari dalam diri remaja itu sendiri juga dipengaruhi oleh

faktor lingkungan yang memungkinkan tumbuh dan berkembangnya kreativitas

remaja secara optimal.

Sebagai makhluk sosial, anak tidak dapat terlepas dari lingkungan sosialnya.

Lingkungan sosial yang pertama kali membentuk kepribadian anak dan berperan

paling besar bagi perkembangan anak adalah lingkungan keluarga. Keluarga adalah

lingkungan sosial pertama yang dikenal oleh anak, selanjutnya teman sebaya,

sekolah, lingkungan tempat tinggal dan masyarakat yang lebih luas merupakan

tempat di mana anak akan mengembangkan dirinya (Daradjat, 1974).

Pendidikan dan pola asuh yang yang diterapkan orangtua akan terus melekat

dan menjadi pedoman tingkah laku bagi anak, baik pada masa kanak, masa remaja

hingga dewasa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tempat terbaik untuk

pendidikan adalah rumah di bawah bimbingan orangtua yang menyayangi anak (Sidi

dalam Munandar, 1988). Lingkungan keluarga merupakan lingkungan yang awal dan

penting dalam tahap perkembangan remaja, meskipun banyak faktor-faktor lain dari

luar yang mempengaruhi perkembangan dan pembentukan remaja. Sedangkan yang

paling berperan penting dalam mendidik dan mengasuh anak dalam keluarga adalah

orangtua, sehingga pola asuh yang diterapkan orangtua dalam mendidik anak akan

berpengaruh pada perkembangan anak selanjutnya.

Yatim dan Irwanto (1986) menyatakan bahwa ada tiga tipe umum mengenai

pola pengasuhan orangtua, yaitu authoritarian, authoritative dan permissive. Masing-

masing pola pengasuhan mempunyai ciri dan dampak yang berbeda bagi

perkembangan remaja. Pada pola asuh authoritarian orangtua mengharuskan anak

untuk melaksanakan apa yang telah diputuskan oleh orangtua. Tidak ada penjelasan

dan anak tidak berhak untuk mendiskusikan tentang peraturan dan keputusan yang

ditetapkan sehingga mengakibatkan hubungan yang kaku antara anak dan orangtua.

Tidak ada reward atas tindakan anak yang positif, bila anak melanggar peraturan

akan mendapat hukuman. Anak takut untuk mengambil keputusan, karena takut

mendapat hukuman.

Lebih lanjut Yatim dan Irwanto (1986) menjelaskan bahwa berlawanan

dengan pola asuh permissive, pola asuh ini membolehkan anak melakukan tindakan

apapun yang disuka tanpa batas dan kontrol dari orangtua. Tidak ada peraturan dan

batasan yang dibuat untuk mengontrol tingkah laku anak. Tidak ada peraturan yang

wajib dipatuhi serta tidak ada reward atau punishment atas tindakan anak. Pola asuh

ini menyebabkan hubungan yang dingin antara anak dan orangtua.

Ciri-ciri pola asuh authoritative yaitu anak mendapatkan penjelasan dari

setiap peraturan. Keputusan yang dibuat berdasarkan kesepakatan anak dan orangtua.

Ada kontrol dari orangtua atas tindakan dan tingkah laku anak. Anak dapat berdikusi

dengan orangtua tentang apa yang mereka rasakan dan pikirkan. Adanya reward serta

punishment yang telah disepakati sebelumnya. Pada hubungan seperti ini akan

tercipta hubungan yang hangat, harmonis dan penuh kasih sayang antara orangtua dan

anak (Hurlock, 1997).

Pola asuh merupakan suatu perlakuan yang diberikan oleh orangtua kepada

anak. Suatu perlakuan yang baik dari orangtua belum tentu dapat diterima secara baik

oleh anak. Hal ini tergantung sepenuhnya pada pemahaman anak terhadap tujuan atas

perlakuan yang diberikan oleh orangtua. Menurut Hamidah (2002) untuk menilai pola

asuh orangtua akan lebih tepat jika digunakan persepsi anak tentang pola asuh yang

diterima dari orangtuanya. Pola asuh orangtua dipandang sebagai suatu respon yang

didalamnya terkandung suatu penilaian, kesan, pendapat ataupun perasaan anak

terhadap pola asuh orangtua mereka, jadi dapat dikatakan bahwa persepsi anak

terhadap pola asuh orangtua tersebut sifatnya sangat subjektif.

Anak yang memiliki persepsi positif terhadap pola asuh yang diterapkan oleh

orangtua diharapkan akan memberikan pula dampak positif bagi perkembangan anak.

Anak akan memiliki perasaan-perasaan positif terhadap kejadian atau peristiwa yang

dialami sehingga anak akan memiliki kemampuan kognitif yang baik. Dengan

kemampuan kognitif yang baik anak juga akan mampu mengembangkan kemampuan

psikomotoriknya dengan baik pula (Hamidah, 2002).

Sarwono (2004) mengemukakan bahwa pola didik orangtua banyak yang

tidak memberikan toleransi kepada anak-anak untuk memperluas kreativitas.

Orangtua terlalu banyak berharap kepada anak namun tidak bercermin terhadap

kemampuan anak itu sendiri. Seringkali misalnya anak merasa tertekan, anak kurang

diberi kebebasan untuk mengungkapkan perasaannya karena pengaruh pola asuh yang

diterapkan orangtua. Persepsi anak yang demikian, bisa jadi berakibat menurunkan

kreativitas anak, karena mereka kurang diberi kebebasan dan bahkan merasa tertekan.

Pola asuh mempunyai pengaruh penting dalam memberikan dukungan dan

kebebasan pada remaja untuk berkreativitas. Pola asuh orangtua yang memberikan

rasa aman dan kebebasan psikologis akan merangsang kreativitas anak secara

maksimal. Tanpa adanya rasa aman dan kebebasan psikologis sulit bagi seorang

remaja untuk mengembangkan potensi kreativitasnya. Mappiare (1982) menyatakan

bahwa adanya kebebasan berpikir (misalnya pada anak dari keluarga yang berpola

mendidik demokratis, mengerti dan memahami anak) akan mendorong keberanian

seseorang dalam menyusun hipotesa-hipotesa yang radikal, bebas menjajaki masalah

secara keseluruhan dan menunujang keberanian anak dalam memecahkan masalah

dan menarik kesimpulan yang baru dan benar, setelah diuji kemasuk-akalannya.

Mulyadi (dalam Artistika, 2005) menyatakan supaya anak bisa berkembang

baik dan menjadi anak yang berpotensi maka kreativitas anak harus dikembangkan.

Anak-anak harus diberi kelonggaran. Kebanyakan anak-anak sekarang dididik

orangtua dengan kreativitas yang terlalu sempit. Misalnya seperti banyak melarang,

banyak mengarahkan sehingga anak tidak atau kurang mendapat kesempatan

berkreativitas. Anak menjadi kurang dapat mengembangkan kreativitas yang ada

pada dirinya, hal ini menyebabkan remaja menjadi kurang percaya diri atau bahkan

tidak mampu memecahkan masalah yang terjadi pada dirinya.

Penelitian Dacey (dalam Munandar, 1999) membandingkan karakteristik

keluarga yang anak remajanya sangat kreatif, dengan keluarga yang anak remajanya

biasa saja. Hasil penelitian ini menunjukkan peran besar lingkungan keluarga, dalam

keluarga dengan remaja kreatif, tidak banyak aturan diberlakukan dalam keluarga

dibandingkan keluarga biasa. Keinginan untuk menghasilkan karya dan

mengembangkan ide-ide yang orisinil muncul bukan karena ada tekanan yang ada di

luar individu, namun hal itu muncul dari dalam diri individu dan merupakan

karakteristik dari individu yang kreatif.

Dalam melakukan tugas-tugas perkembangannya, individu banyak

dipengaruhi oleh peranan orangtua tersebut. Peranan orangtua itu memberikan

lingkungan yang memungkinkan anak dapat menyelesaikan tugas-tugas

perkembangannya. Orangtua sebagai pemegang kunci awal perkembangan remaja

hendaknya menyadari sepenuhnya, bahwa kewajiban dan tugas orangtua adalah

mendidik anak sejak dini dengan pola asuh yang tidak menghambat perkembangan

anak. Sehingga saat anak memasuki masa remaja akan memiliki kreativitas yang

baik. Remaja kreatif akan mampu menyelesaikan permasalahan yang diatasi dengan

baik, dapat menemukan jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi dengan baik

serta mampu menciptakan ide-ide baru yang menghasilkan karya-karya baru yang

membanggakan, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain. Remaja yang

kreatif juga akan memiliki tanggung jawab yang besar, baik pada dirinya sendiri

maupun orang lain (Tarmudji, 2004).

Hasil penelitian menunjukkan, kreativitas siswa-siswa SD Indonesia berada

pada peringkat paling rendah di Asia Timur. Mulyadi (dalam Artistika, 2005)

mengemukakan, siswa-siswa hanya mampu memahami 30 persen dari materi bacaan

dan sulit menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini

menunjukkan betapa rendahnya perhatian orangtua akan kreativitas anak.

Hasil penelitian yang dilakukan Hans Jellen dari Universitas Utah, AS dan

Klaus Urban dari Universitas Hannover, Jerman bulan Agustus 1987 terhadap anak-

anak berusia 10 tahun (dengan sample 50 anak-anak di Jakarta) menunjukkan, tingkat

kreativitas anak-anak Indonesia adalah yang terendah di antara anak-anak seusianya

dari 8 negara lainnya. Berturut-turut dari skor tertinggi sampai terendah adalah

Filipina, AS, Inggris, Jerman, India, RRC, Kamerun, Zulu dan Indonesia (Diana,

1999).

Hasil penelitian Kumala (1999) menunjukkan bahwa tingkat kreativitas verbal

mahasiswa psikologi yang mengalami pola asuh orangtua yang demokratis lebih

tinggi dibandingkan dengan otoriter. Selanjutnya tingkat kreativitas verbal mahasiswa

psikologi dengan pola asuh orangtua yang demokratis lebih tinggi dibandingkan

dengan permisif. Kemudian diperoleh hasil bahwa tidak ada perbedaan pada tingkat

kreativitas verbal mahasiswa psikologi yang mengalami pola asuh orangtua yang

otoriter dan permisif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola asuh orangtua

yang diterapkan pada anaknya menghasilkan produk sikap, fisik dan mental yang

akhirnya menjadi kebiasaan atau perilaku sehari-hari.

Pola asuh orangtua adalah sebagai salah satu faktor yang berpengaruh cukup

besar dalam meningkatkan potensi kreatif yang dimiliki anak. Remaja yang semenjak

masa perkembangan awalnya mempunyai kebebasan dalam menentukan pilihan dan

memecahkan masalah dengan bimbingan orangtua dan tanpa paksaan akan lebih

mampu menghadapi masalah yang dialami saat remaja itu memasuki pergaulan dalam

masyarakat dan sekolah dengan lebih kreatif. Sebagai faktor internal yang

berpengaruh cukup besar dalam mengembangkan potensi kreativitas yang dimiliki

anak maka tingkat kreativitas yang rendah dapat disebabkan karena metode pola asuh

orangtua yang kurang tepat dan efektif, sehingga anak tidak menangkap dan

memahami pesan yang disampaikan orangtua. Oleh karena itu diperlukan metode

yang tepat dan cara yang sesuai sehingga anak dapat menangkap dan memahami

pesan yang ingin disampaikan orangtua (Hamidah, 2002). Orangtua seharusnya

mampu memberikan persepsi yang positif bagi anak terhadap pola asuh yang

diberikan. Dengan demikian orangtua harus mampu menanamkan persepsi positif

kepada anak terhadap pola asuh yang mereka berikan agar anak merasa aman dan

memiliki kebebasan psikologis atau dengan kata lain, pola asuh orangtua akan

mempengaruhi perilaku anaknya. Bagaimanapun pola asuh orangtua tergantung dari

penerimaan dan persepsi anak mereka.

Berdasarkan kenyataan yang ada, penulis merumuskan suatu permasalahan

yaitu : bagaimanakah kreativitas pada remaja ditinjau dari persepsi remaja terhadap

pola asuh orangtua. Sehubungan dengan masalah tersebut, maka penulis tertarik

untuk mengadakan penelitian dengan judul “Kreativitas Remaja Ditinjau dari

Persepsi terhadap Pola Asuh Orangtua”.



B. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Hubungan antara persepsi anak terhadap pola asuh orangtua dengan kreativitas.

2. Peranan atau sumbangan efektif persepsi remaja terhadap pola asuh orangtua

terhadap kreativitas remaja.

3. Tingkat kreativitas pada subjek penelitian.

4. Jenis persepsi terhadap pola asuh orangtua pada subjek penelitian.



C. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:
File Selengkapnya.....

Teman KoleksiSkripsi.com

Label

Administrasi Administrasi Negara Administrasi Niaga-Bisnis Administrasi Publik Agama Islam Akhwal Syahsiah Akuntansi Akuntansi-Auditing-Pasar Modal-Keuangan Bahasa Arab Bahasa dan Sastra Inggris Bahasa Indonesia Bahasa Inggris Bimbingan Konseling Bimbingan Penyuluhan Islam Biologi Dakwah Ekonomi Ekonomi Akuntansi Ekonomi Dan Studi pembangunan Ekonomi Manajemen Farmasi Filsafat Fisika Fisipol Free Download Skripsi Hukum Hukum Perdata Hukum Pidana Hukum Tata Negara Ilmu Hukum Ilmu Komputer Ilmu Komunikasi IPS Kebidanan Kedokteran Kedokteran - Ilmu Keperawatan - Farmasi - Kesehatan – Gigi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Keperawatan Keperawatan dan Kesehatan Kesehatan Masyarakat Kimia Komputer Akuntansi Manajemen SDM Matematika MIPA Muamalah Olahraga Pendidikan Agama Isalam (PAI) Pendidikan Bahasa Arab Pendidikan Bahasa Indonesia Pendidikan Bahasa Inggris Pendidikan Biologi Pendidikan Ekonomi Pendidikan Fisika Pendidikan Geografi Pendidikan Kimia Pendidikan Matematika Pendidikan Olah Raga Pengembangan Masyarakat Pengembangan SDM Perbandingan Agama Perbandingan Hukum Perhotelan Perpajakan Perpustakaan Pertambangan Pertanian Peternakan PGMI PGSD PPKn Psikologi PTK PTK - Pendidikan Agama Islam Sastra dan Kebudayaan Sejarah Sejarah Islam Sistem Informasi Skripsi Lainnya Sosiologi Statistika Syari'ah Tafsir Hadist Tarbiyah Tata Boga Tata Busana Teknik Arsitektur Teknik Elektro Teknik Industri Teknik Industri-mesin-elektro-Sipil-Arsitektur Teknik Informatika Teknik Komputer Teknik Lingkungan Teknik Mesin Teknik Sipil Teknologi informasi-ilmu komputer-Sistem Informasi Tesis Farmasi Tesis Kedokteran Tips Skripsi