BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam sejarah pendidikan berbagai bangsa mengajarkan kepada kita, bahwa pendidikan selalu mengalami perubahan dan pembaharuan. Sementara orang seringkali menyebutkan baik secara sadar atau tidak sadar, bahwa pendidikan dewasa ini merupakan perkembangan pendidikan yang terjadi sebelumnya.
Pendidikan bagi bangsa yang sedang membangun seperti bangsa Indonesia saat ini merupakan kebutuhan mutlak yang harus dikembangkan sejalan dengan tuntutan pembangunan secara tahap demi tahap. Pendidikan merupakan suatu aktifitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya, yaitu rohani (pikir, karsa, cipta dan budinurani) dan jasmani (panca indera serta ketrampilan-ketrampilan). Pendidikan juga merupakan hasil yang dicapai oleh perkembangan dan usaha-usaha lembaga-lembaga tersebut dalam mencapai tujuannya.
Membentuk masyarakat Indonesia baru tentunya memerlukan paradigma baru, di mana suatu masyarakat yang demokratis tentunya memerlukan berbagai praksis pendidikan yang dapat menumbuhkan individu dan masyarakat yang demokratis. Pada dasarnya paradigma pendidikan yang baru harus dapat mengembangkan tingkah laku yang menjawab tantangan internal dan global.
Dalam hal ini pembelajaran merupakan salah satu unsur penentu baik tidaknya lulusan yang dihasilkan oleh suatu sistem pendidikan. Pendekatan pembelajaran dalam KYD (kurikulum yang disempurnakan) merupakan alternatif pembinaan peserta didik, melalui penanaman berbagai kompetensi yang berorientasi pada karakteristik, kebutuhan dan pengalaman belajar, serta melibatkannya dalam proses pembelajaran seoptimal mungkin.
Pembelajaran merupakan salah satu unsur penentu baik tidaknya lulusan yang dihasilkan oleh sistem pendidikan. Ia ibarat jantung dari proses pembelajaran. Pembelajaran yang baik cenderung menghasilkan lulusan dengan hasil belajar yang begitu pula sebaliknya.
Di dalam pembelajaran tidak akan lepas dengan yang namanya pengalaman belajar apa yang diberikan kepada peserta didik agar memiliki pengetahuan dan ketrampilan dasar untuk hidup maupun meningkatkan kualitas dirinya sehingga mampu menerapkan prinsip-prinsip belajar
sepanjang hayat (life long education) . Dalam hal ini empat pilar
pendidikan yang dicanangkan UNESCO yaitu “learning to know, learning
to do, learning to be and learning to live together” merupakan hal yang
harus menjiwai progam-progam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Adapun pembelajaran yang saat ini dikembangkan dan banyak diperkenalkan ke seluruh pelosok tanah air adalah pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan atau disingkat PAKEM. Pembelajaran ini dirancang agar mengaktifkan anak mengembangkan kreativitas sehingga efektif namun tetap menyenangkan
PAKEM merupakan sebuah terobosan pembelajaran dalam dunia pendidikan di Indonesia. Dalam pembelajaran PAKEM peran guru di sini adalah sebagai fasilitator dan motivator. Sedangkan peserta didik dituntut untuk dapat aktif dalam proses belajar mengajar (PBM). Guru sebagai fasilitator lebih banyak mendorong peserta didik (motivator) untuk mengembangkan inisiatif dalam menjajagi tugas-tugas baru. Guru juga harus lebih terbuka menerima gagasan-gagasan peserta didik dan lebih berusaha menghilangkan ketakutan dan kecemasan peserta didik yang
menghambat pemikiran dan memecahkan masalah secara kreatif serta pembelajaran yang tidak membosankan.
Pembelajaran PAKEM adalah satu konsep yang membantu guru- guru menghubungkan isinya mata pelajaran dengan situasi yang ada di
dunia (real world) dan memotivasikan peserta didik untuk lebih paham
hubungan antara pengetahuan dan pengaplikasiannya kepada hidup mereka sebagai anggota keluarga, masyarakat dan karyawan-karyawan. Pada kenyataan dilapangan masih sering kita jumpai pembelajaran ceramah atau tradisional. Di mana peserta didik pada waktu proses belajar mengajar cenderung pasif, menjadi pendengar setia dan kurang berperan dalam proses belajar mengajar (PBM), sehingga pada waktu proses belajar mengajar terkesan membosankan. Terutama pada pelajaran pendidikan agama Islam yang dianggap remeh, tidak diujikan dalam UASBN serta peserta didik kurang menghayati nilai-nilai agama sebagai nilai hidup keseharian.
File Selengkapnya.....