BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obesitas pada anak dan remaja mulai menjadi masalah di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Faktor yang berperan terhadap peningkatan prevalensi obesitas pada anak tidak seluruhnya diketahui, tetapi hal yang utama adalah perubahan gaya hidup yang berhubungan dengan peningkatan masukan kalori dan rendahnya penggunaan energi.1
Obesitas adalah suatu keadaan peningkatan berat badan akibat penimbunan lemak tubuh yang berlebihan.2 Prevalensi obesitas pada anak usia 6-11 tahun menurut National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES II) tahun 1984 dan NHANES III tahun 1993, prevalensi obesitas meningkat dari 6,5% menjadi 11,4% untuk anak laki-laki dan 5,5% menjadi 9,9% untuk anak perempuan. Diantara usia 12 sampai 17 tahun prevalensi obesitas meningkat dari 4,7% menjadi 11,4% pada anak laki-laki dan dari 4,9% menjadi 9,9% pada anak perempuan.3 Prevalensi obesitas pada anak usia 6 – 11 tahun di Amerika Serikat lebih dari dua dekade terakhir meningkat 15,3% dan 15,5% pada anak 12 – 19 tahun.4 Prevalensi obesitas di Singapura meningkat dari 9% menjadi 19%. Tahun 1998 Djer mendapatkan prevalensi obesitas di SD Negeri di kawasan Jakarta Pusat sebesar 9,6% dan pada tahun 2002 penelitian yang dilakukan Meilany menunjukkan hasil sebesar 27,5% pada anak SD swasta di kawasan Jakarta Timur.dikutip dari 5 Kamelia (1995) mendapatkan kejadian obesitas sebesar 20% pada SD swasta dan 9% pada
Nurzahara Siddik : Pengaruh Intervensi Diet Dan Aktivitas Fisik Terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa Anak SD Negeri di kota Medan.6 Data-data di atas menunjukkan insiden obesitas pada anak meningkat setiap tahunnya. Lebih dari 90% kasus obesitas disebabkan oleh faktor idiopatik (obesitas primer atau nutrisional) dan hanya 10% yang disebabkan oleh faktor endogen (kelainan hormonal, sindrom atau defek genetik).Secara klinis obesitas dengan mudah dapat dikenali, walaupun demikian pengukuran yang lebih obyektif tetap diperlukan selain untuk memastikan diagnosis, penting untuk pemantauan hasil terapi. Pengukuran antara lain dengan pengukuran antropometrik dan laboratorik.5
Obesitas pada anak mempunyai dampak berupa disfungsi psikososial, gangguan jantung-paru, gastrointestinal, metabolik, pertumbuhan, dermatologis dan ortopedi. Dampak obesitas juga bisa menetap hingga masa dewasa seperti hiperlipidemia, hipertensi, diabetes mellitus (DM) tipe 2 dan aterosklerosis.8 – 12 Obesitas dapat disertai keadaan resistensi insulin yang pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya DM.13 Diabetes pada anak umumnya adalah diabetes tipe 1, namun di beberapa negara misalnya Amerika Serikat meningkatnya angka kejadian obesitas ternyata diikuti makin meningkatnya angka kejadian diabetes tipe 2 pada anak, sehingga akhir-akhir ini sebagian besar kasus baru DM pada anak merupakan diabetes tipe 2.13-15
Diabetes tipe 2 umumnya mula – mula asimptomatik. Fase asimptomatik terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama. Perjalanan penyakit pada individu normal yang mempunyai faktor risiko sebelum manifes biasanya melalui fase toleransi glukosa terganggu (TGT). Adanya TGT merupakan faktor risiko
Nurzahara Siddik : Pengaruh Intervensi Diet Dan Aktivitas Fisik Terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa Anak…,terjadinya diabetes tipe 2. Penelitian pada orang dewasa menemukan 8 – 15% penderita TGT berubah menjadi DM tipe 2 tiap tahunnya.16-18 Bila TGT dapat dideteksi dini maka akan dapat dilakukan langkah – langkah pencegahan agar tidak berkembang menjadi suatu diabetes tipe 2 yang simptomatik.
American Diabetes Association (ADA) menganjurkan uji saring terhadap diabetes tipe 2 pada anak dengan berat badan lebih disertai dua faktor risiko (adanya riwayat diabetes tipe 2 pada keluarga, ras/etnis tertentu, adanya tanda-tanda resistensi insulin), dimulai pada usia 10 tahun atau saat pubertas, dilakukan tiap 2 tahun. ADA menganjurkan pemeriksaan glukosa plasma puasa (GPP).2 Frekuensi riwayat diabetes tipe II yang dijumpai pada keluarga tingkat pertama dan kedua berkisar antara 74 hingga 100%.14,19-20
Prinsip dari tatalaksana obesitas adalah mengurangi asupan energi serta meningkatkan keluaran energi. Caranya dengan pengaturan diet, peningkatan aktifitas fisik, mengubah pola hidup (modifikasi perilaku) dan yang terpenting adalah keterlibatan keluarga dalam proses terapi.5 Obesitas diketahui sebagai faktor risiko penting untuk timbulnya diabetes tipe 2, mengontrol berat badan merupakan pencegahan timbulnya diabetes tipe 2.21