ABSTRAK
Setiap korban tindak pidana perdagangan orang atau ahli waris berhak memperoleh restitusi. Restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa ganti kerugian atas : a. kehilangan kekayaan atau penghasilan, b. penderitaan, c. biaya untuk tindakan perawatan medis dan/ atau d. kerugian lain yang diderita korban sebagai akibat perdagangan orang. Restitusi tersebut diberikan dan dicamtumkan sekaligus dalam amar putusan pengadilan tentang perkara tindak pidana perdagangan orang. Pemberian Restitusi dilakukan dalam 14 (empat belas) hari terhitung sejak diberitahukannya putusan yang telah memperoleh kekuatan hokum tetap. Pelaku diputus bebas oleh pengadilan tingkat banding atau kasasi, maka hakim memerintahkan dalam putusannya agar uang retitusi yang dititipkan dikembalikan pada yang bersangkutan.
Sesuai dengan latar belakang di atas, maka berapa hal yang memjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Bagaimana perlindungan korban tindak pidana perdagangan orang, Bagaimana penerapan pemberian restitusi terhadap korban atau ahli waris tindak pidana perdagangan orang dan apakah yang memjadi problematika penrapan restitusi terhadap korban atau ahli waris tindak pidana perdagangan orang yang diatur dalam Undang – Undang RI No. 21 Tahun 2007 Tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang.
Metode penelitian yuridis normatif berguna untuk mengetahui atau mengenal apakah dan bagaimanakah hukum positifnya mengenai suatu masalah tertentu dan juga dapat menjelaskan atau menerangkan kepada orang lain apakah dan bagaimanakah hukumnya mengenai peristiwa atau masalah yang tertentu. Dalam menggunakan penelitian hukum normatif dalam penyusunan tesis ini akan dipokuskan kepada penelitian hukum normatif yang bersifat kualitatif.
Kesimpulan kalau dalam tesis imi, 1. Pemerintah Indonesia diharapkan secepatnya menetapkan standar minimum pembasmian perdagangan orang. Selain itu, harus mulai menggunakan Undang-Undang No. 21 Tahun 2007
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang pada Praktek-praktek perdagangan buruh. Adanya perbaikan kinerja pengadilan, pendakwaan dan penjatuhan hukuman atas kasus – kasus perdagangan buruh, termasuk yang melibatkan agen – agen perekrutan buruh. Memeriksa Kembali nota Kesepahaman dengna Negara – negara yang menjadi tujuan perdagangan untuk memaukkan perlindungan terhadap korban. Perlu peningkatan upaya untuk mengadili untuk mendakwa pejabat publik yang menarik keuntungan dari atau terlibat dalam perdagangan orang. Meningkatkan pendanaan bagi upaya penegakan hukum dan menyelamatkan, memulihkan dan mengentegrasikan para korban. 2. Walaupun tidak ada ketegasan dalam Undang – undang Nomor 21 Tahun 2007 sebagaimana telah disebutkan diatas, menginginkan agar terhadap putusan restitusi, pelaksanaan eksekusinya adalah jaksa, karena sejak awal jaksa sudah terlibat dalam pengajuan tuntutan restitusi, (Pasal 50 ayat (3) Undang – undang Nomor 21 Tahun 2007). Kalau dalam penggabungan perkara ganti kerugian dan pidana dalam KUHAP, Pelaksnaan eksekusi atas putusan pidana dilaksanakan oleh jaksa (Pasal 270
KUHAP) sedangkan putusan restitusi/ganti ruginya dilaksanakan menurut tata cara
putusan perdata ( Pasal 274 KUHAP ), 3. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 harus segera diimplementasikan dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) tentang mekanisme dan tata cara pengajuan Restitusi Bagi Korban Tindak Pidana Perdangan orang. Dalam PP tersebut paling tidak harus mengatur tentang : a. Tata cara penitipan restitusi dan peran jaksa dalam pengajuan titipan restitusi. b. Tata Cara menghitung nilai kerugian yang akan diajukan kepengadilan dan kewenanan jaksa menentukan jumlah kerugian yang akan diajukan kepengadilan. c. Kewenangan jaksa mengajuakn restitusi itu sifatnya wajib bukan suka rela sehinggan ia tidak perlu mendapatkan perstujuan dari korban., kecuali apabila korban meminta jaksa agar tidak mengajukan tuntutan restitusi. d. Sikap jaksa jika korban lebih dari satu, ada yang menerima putusan dan ada pula yang menginginkan banding. Namun sebaiknya jaksa menyarankan bagi yang menolak untuk mengajukan gugatan melalui jalur perdata agar tidak merugikan korban yang menerima. e. Harus ada ketegasan bahwa pelaksanaan eksekusi harus melalui jaksa, sehingga jaksa benar-benar dapat melakukan pengawasan bahwa restitusi itu dipenuhi oleh pelaku.
Saran dalam penelitian tesis ini, 1. Diharapkan dimas yang akan datang para pembuat Undang-undang agar lebih memperhatikan lagi kepentingan korban, ahli waris dalam tindk pidana perdagangan dari perlindungan korban tindak pidana perdagangan orang. 2. Diharapkan bagi para penegak hukum mulai dari tingkat proses penyidikan, penuntutan dan putusa dalam menangani kasus tindak pidana perdagangan orang agar mampu mewakili korban dan ahli waris dengan baik sesuai batas maksimum dan minimum jumlah restitusi sebagai wujud dari penerapan pemberian restitusi terhadap korban atau ahli waris tindak pidana perdagangan orang. 3. Diharapkan bagi penegak hukum mulai dari tingkat proses penyidikan, penuntutan dan putusan dalam menangani kasus tindak pidana perdangan orang agar mampu mewakili korban dan ahli waris dalam mengajukan restitusi dengan baik sesuai batas maksimum dan minimum jumlah restitusi yang diajukan sehingga tidak terjadi problematika penerapan restitusi terhadap korban atau ahli waris tindak pidana perdagangan orang yang diatur dalam Undang – undang RI No. 21 Tahun 2007 Tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang.
.
Kata Kunci : RESTITUSI, KORBAN ATAU AHLI WARIS, TINDAK PIDANA, PERDAGANGAN ORANG