BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Isu lingkungan di Indonesia sedang hangat dibicarakan masyarakat pada akhir dekade ini, khususnya dampak yang disebabkan oleh kegiatan dari perusahaan. Suatu entitas dalam menjalankan usahanya tidak terlepas dari masyarakat dan lingkungan sekitarnya, sehingga menciptakan hubungan timbal balik antara masyarakat dan perusahaan. Perusahaan membutuhkan suatu respon yang positif dari masyarakat karena masyarakat merupakan salah satu unsur yang dapat menentukan kesuksesan usaha suatu entitas. Respon tersebut diperoleh melalui apa yang dilakukan oleh perusahaan kepada para stakeholders, termasuk masyarakat dan lingkungan sekitar. (Kamil dan Herustya, 2012).
Gambaran fenomena dalam hubugan perusahaan antara masyarakat dan lingkungan sekitar yang kurang baik muncul di Indonesia antara lain kasus PT Newmont Minahasa Raya, kasus Lumpur panas Sidoarjo, kasus perusahaan tambang minyak dan gas bumi, Unicoal (perusahaan Amerika Serikat), kasus PT Kelian Equatorial Mining pada komunitas Dayak, kasus suku Dayak dengan perusahaan tambang emas milik Australia (Aurora Gold), kasus pencemaran air raksa yang mengancam kehidupan 1,8 juta jiwa penduduk Kalimantan Tengah yang merupakan kasus suku Dayak dengan
Minamata, kasus kerusakan lingkungan di lokasi penambangan timah inkonvensional di pantai Pulau Bangka-Belitung, dan konflik antara PT Freeport Indonesia dengan rakyat Papua (Apriyanti dan Budiasih, 2016).
Kepedulian perusahaan akan lingkungan dan masyarakat baik diluar dan didalam perusahaan dikenal dengan sebutan Corporate Social Responsibility (CSR). CSR merupakan wacana yang sedang mengemuka di dunia perusahaan multinasional. Wacana ini digunakan oleh perusahaan dalam rangka mengambil peran menghadapi perekonomian menuju pasar bebas. Perkembangan pasar bebas yang telah membentuk ikatan-ikatan ekonomi dunia dengan terbentuknya AFTA, APEC, dan sebagainya, telah mendorong perusahaan dari berbagai penjuru dunia untuk secara bersama melaksanakan aktivitasnya dalam rangka mensejahterakan masyarakat di sekitarnya. Corporate Social Responsibility (CSR) dapat didefinisikan sebagai segala upaya manajemen yang dijalankan entitas bisnis untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan berdasarkan pilar ekonomi, sosial dan lingkungan, dengan meminimumkan dampak negatif dan memaksimumkan dampak positif di setiap pilar (Azhar dan Trisnawati,
2013).
CSR merupakan sebuah gagasan yang menjadikan perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu hanya pada kondisi keuangan. Namun, dengan berkembangnya konsep triple bottom line yang dikemukakan oleh John Elkington pada tahun 1997, perusahaan kini dihadapkan pada tiga konsep yaitu profit, people, dan planet. Keberlanjutan perusahaan akan terjamin apabila orientasi perusahaan bergeser dari yang semula bertitik tolak hanya pada ukuran kinerja ekonomi, kini juga harus bertitik tolak pada keseimbangan lingkungan dan masyarakat dengan memperhatikan dampak sosial (Apriyanti dan Budiasih, 2016).
Islam mengajarkan bahwa tidak cukup bagi seorang Muslim hanya menfokuskan diri beribadah kepada Allah SWT. Dalam Islam, manusia merupakan khalifah dimuka bumi, sehingga manusia juga harus menyemarakkan kebaikan kepada sesama makhluk ciptaan-Nya. Oleh sebab itu, kesempurnaan iman seorang muslim tidak hanya dapat dicapai dengan hubungan vertikal kepada Allah saja (Hablumminallah), tetapi juga harus dibarengi dengan hubungan yang baik kepada sesama makhluk ciptaan Allah (Hablumminannas) (Sofyani dkk., 2012).
Praktik pengungkapan CSR telah banyak diterapkan oleh perusahaan publik di Indonesia. Walaupun secara umum praktek CSR lebih banyak dilakukan oleh perusahaan tambang maupun manufaktur, namun, seiring dengan adanya tren global akan praktik CSR, saat ini industri perbankan juga telah mengungkapkan aspek pertanggunggjawaban sosial dalam laporan tahunannya walaupun dalam bentuk yang relatif sederhana. Pengungkapan tersebut tidak hanya dilakukan oleh perbankan konvensional tetapi juga dilakukan oleh perbankan syariah.
Secara umum fungsi bank syariah yaitu, pertama manajer Investasi, kedua investor, ketiga penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran, dan keempat pengemban fungsi sosial. Tiga fungsi pertama merupakan fungsi bisnis, sedangkan fungsi ke empat adalah fungsi sosial bank syariah.
Disamping itu, konsep perbankan Islam juga mengharuskan bank-bank syariah untuk memainkan peran penting di dalam pengembangan sumber daya manusianya dan memberikan kontribusi bagi perlindungan dan pengembangan lingkungan (Wiroso, 2009).
Fungsi sosial bank syariah makin dipertegas dalam UU No.21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah. Pada pasal 4 dinyatakan, bahwa selain berkewajiban menjalankan fungsi intermediasi keuangan, bank syariah dan UUS dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitul mal, yaitu menghimpun dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya serta menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat. selain itu, bank syariah juga dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif).
Walaupun bersifat sukarela, namun fungsi sosial pada bank syariah merupakan prinsip syariah yang mengharuskan bank syariah untuk beroperasi dengan landasan moral, etika, dan tanggung jawab sosial. Selain itu adanya prinsip atas ketaatan pada perintah Allah dan yang terakhir adanya prinsip atas kepentingan umum, terdiri dari penghindaran dari kerusakan lingkungan dan kemiskinan (Fitria dan Hartanti, 2010). Pelaporan CSR sendiri merupakan praktik pelaksanaan kegiatan yang dilakukan berdasarkan nilai- nilai norma yang berlaku di masyarakat. Pada sektor perbankan syariah, nilai- nilai norma yang digunakan adalah nilai-nilai agama Islam, atau disebut juga dengan nilai-nilai syariah (Azhar dan Trisnawati, 2013).
Sejauh ini pengukuran pengungkapan CSR pada perbankan syariah masih mengacu kepada Global Reporting Initiative Index (Indeks GRI). Padahal, prinsip atau pedoman GRI masih menggunakan prinsip yang bersifat konvensional, maka kurang tepat jika digunakan untuk menjadi tolak ukur dalam pengungkapan CSR pada perbankan syariah. Berdasarkan prinsip-prinsip Islam, transaksi-transaksi bisnis tidak pernah dipisahkan dari tujuan-tujuan moral dalam masyarakat. Sebagai contoh bahwa beberapa pemikir di bidang Akuntansi Syariah telah membangun standar normatif untuk format pelaporan untuk lembaga keuangan Syariah (seperti Gambling dan Karim, 1986, 1991; Baydoun dan Willet, 2000; Lewis, 2001) dan juga format pelaporan sosial untuk bisnis Syariah berdasarkan nilai-nilai Islam (seperti Haniffa, 2001; Maali, dkk., 2003). Pemerintah-pemerintah di negara- negara berpopulasi Muslim seperti Malaysia dan Indonesia serta institusi- institusi regulator internasional seperti Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) secara terus menerus menyuarakan dan mengupayakan adanya pengembangan dan adopsi format pelaporan semacam laporan CSR untuk diformulasikan bagi lembaga- lembaga keuangan Syariah (Muhammad, 2009)
Terkait dengan adanya kebutuhan mengenai pengungkapan kinerja sosial di perbankan syariah, saat ini marak diperbincangkan mengenai Islamic Social Reporting Index (Sofyani dkk., 2012). Islamic Social Repoorting (ISR) pertama kali dikemukakan oleh Haniffa dalam penelitiannya yang berjudul Social Reporting Disclosure: An Islamic
Perspective pada tahun 2002. Adanya keterbatasan dalam pengungkapan laporan sosial konvensional yang hanya berfokus kepada aspek material dan moral. Oleh karena itu, perlu adanya kerangka khusus untuk pelaporan pertanggungjawaban sosial yang sesuai dengan prinsip syariah, dengan menjadikan aspek spiritual sebagai fokus utama dalam pelaporan tanggung jawab sosial perusahaan, karena para pembuat keputusan muslim memiliki ekspektasi agar perusahaan mengungkapkan informasi secara sukarela guna membantu dalam pemenuhan kebutuhan spiritual mereka. Sehingga akhirnya disusun suatu kerangka konseptual ISR berdasarkan ketentuan syariah yang dapat membantu perusahaan dalam melakukan pemenuhan kewajiban terhadap Allah SWT, masyarakat serta lingkungan. Setiap perusahaan skala besar ataupun kecil yang ada dalam pelaksanaan operasionalnya pasti menimbulkan dampak bagi lingkungan sekitar perusahaan tersebut. Oleh karena itu diharapkan perusahaan dapat mengungkapkan CSR lebih luas lagi (Haniffa, 2002). Kemudian penelitian tersebut dikembangkan oleh Othman dan Thani dalam penelitiannya yang berjudul Islamic Social Reporting Of Listed Companies In Malaysia pada tahun 2010. ISR sendiri terdiri dari enam tema pengungkapan, yaitu keuangan dan investasi, produk/jasa, karyawan, masyarakat, lingkungan, dan tata kelola perusahaan. Indeks ISR merupakan tolak ukur pelaksanakaan kinerja sosial perbankan syariah yang berisi kompilasi indikator standar CSR yang ditetapkan oleh AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions).
Pertumbuhan bank syariah di Indonesia juga mendorong lahirnya etika pengungkapan tanggung jawab sosial. Sebagai entitas yang berbasis syariah, sudah sepatutnya bank syariah memperhatikan lingkungan dan masyarakat sekitar sebagai bentuk kepedulian dan tanggung jawab terhadap umat (Rosiana dkk., 2015). Tetapi, pada praktiknya bank syariah di Indonesia dalam melakukan pelaporan tanggung jawab sosial perusahaan belum mengacu pada indeks ISR yang merupakan suatu metode dalam pelaporan kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan dengan prinsip-prinsip Islam. Padahal perkembangan indeks ISR cukup pesat di negara-negara Islam lainya, seperti Malaysia, Sudan, Bahrain, Uni Emirat Arab, Iran, Palestina, Kuwait, Bangladesh, dan Qatar yang telah menjadikan indeks ISR sebagai bagian dari pelaporan organisasi syariah di negara-negara yang bersangkutan (Fitria dan Hartanti, 2010).
Kini ada beberapa bukti empiris guna mendukung adanya pengaruh tehadap pengungkapan ISR yang menemukan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh signifikan terhadap pengungkapan ISR. Hal ini karena dengan perusahaan yang lebih besar sudah pasti memiliki pembiayaan, fasilitas, dan sumber daya manusia yang lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil (Widyawati dan Raharja, 2012). Penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa tingkat profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan ISR. Hal ini menggambarkan suatu kondisi ketika perusahaan memiliki laba yang tinggi berarti perusahaan menganggap perlu mengungkapkan informasi yang lebih luas dalam melaksanakan kegiatan CSR perusahaan. Kemudian dalam penelitian lain mengungkapkan bahwa leverage berpengaruh terhadap pengungkapan Islamic Social Reporting dengan slope negatif. Hal ini menggambarkan bahwa tingkat utang pada bank syariah yang tinggi akan mengurangi pengungkapan kegiatan sosial perusahaan, begitu pula sebaliknya.
Beberapa fenomena dan permasalahan yang menjadi motivasi dalam melakukan penelitian ini yaitu, pertama pertumbuhan perbankan syariah yang terus meningkat pesat dan kompetitif, perlu diikuti dengan peningkatan aspek kepatuhan terhadap prinsip Islam dan tanggung jawab sosial perusahaan CSR. Kedua, pengungkapan CSR pada perbankan syariah saat ini masih mengacu pada CSR konvensional yaitu indeks GRI yang seharusnya CSR syariah berbeda dengan prespektif konvensional. Ketiga, standar pelaporan CSR syariah yang belum baku dan bersifat sukarela menjadikan pelaporan CSR syariah tidak seragam dan menyebabkan perbedaan pada tingkat pengungkapan pelaporan CSR syariah. Keempat, indeks ISR yang merupakan salah satu standar pelaporan dalam CSR syariah, perkembangannya di Indonesia masih sangat lambat dibandingkan dengan perkembangan indeks ISR di negara-negara Islam lainya, seperti Malaysia, Sudan, Bahrain, Uni Emirat Arab, Iran, Palestina, Kuwait, Bangladesh, dan Qatar yang telah menjadikan indeks ISR sebagai bagian dari pelaporan organisasi syariah di negara-negara yang bersangkutan. Hal ini terbukti dari banyaknya penelitian-penelitian mengenai indeks ISR di negara-negara tersebut (Fitria dan Hartanti, 2010). Kelima, penelitian terkait indeks ISR dinilai sangat penting untuk mendukung praktik kinerja sosial perusahaan- perusahaan yang berbasis syariah (Sofyani dkk., 2012).
Bedasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh pengukuran tingkat pengungkapan kinerja sosial bank syariah dengan menggunakan Indeks ISR. Penelitian ini dituangkan dalam skripsi yang berjudul “Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, dan Leverage Terhadap Islamic Social Reporting pada Bank Umum Syariah di Indonesia (Periode 2011-2015)”
B. Rumusan Masalah
Bedasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:
1. Apakah ukuran perusahaan (size), profitabilitas, dan leverage secara simultan berpengaruh terhadap pengungkapan Islamic Social Reporting (ISR) pada bank umum syariah di Indonesia?