Isikan Kata Kunci Untuk Memudahkan Pencarian

Hubungan Antara Persepsi Komunikasi Dua Arah Dengan Agresivitas

BAB I

PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Masalah

Peningkatan kualitas terhadap Sumber Daya Manusia sudah menjadi

keharusan untuk dapat menciptakan tenaga kerja profesional, karena semua

perusahaan menginginkan para karyawannya dapat memenuhi segala keinginan

yang diajukan oleh perusahaan. Perusahaan juga dituntut untuk dapat bekerja

secara efektif. Keefektifan dari perusahaan tidak terlepas dari keefektifan tiap

individu, karena manusia merupakan sarana utama bagi perusahaan untuk bisa

mencapai tujuan utama perusahaan.

Karyawan sebagai seorang individu tidak luput pula dari permasalahan

pribadi, individu berperilaku tidak semata-mata untuk mencapai homeostatis,

tetapi juga untuk kebutuhan yang lain, misalkan karena tingkah laku

(menyenangkan dan menegangkan). Perbedaan kebutuhan-kebutuhan tidak selalu

muncul satu persatu, tetapi kadang sering muncul secara bersama sehingga sering

menimbulkan konflik dan apabila individu atau lingkungannya tidak dapat

bertindak sesuai dengan keinginannya, maka energinya cenderung

dimanifestasikan kedalam bentuk agresi (Irwanto, 1991).

Agresi itu sendiri dapat diartikan ledakan-ledakan emosi dan kemarahan

hebat meluap-luap dalam bentuk tindakan sewenang-wenang, penyerangan,

serbuan, pemogokan, demonstrasi, pengrusakan, dan memusuhi orang lain atau

pengrusakan suatu benda (Kartono, 1994).

Perbaikan sumber daya manusia (SDM) memerlukan suasana yang

kondusif dan seminimal mungkin mengurangi hal-hal yang kontra produktif.

Faktor kontra produktif yang sering terjadi di lingkungan kita adalah tindak agresi

yang destruktif (distructive aggression). Davis (1981) mengemukakan bahwa

agresi adalah sisi yang sangat mengganggu produktivitas sebuah organisasi.

Agresivitas adalah faktor yang sangat mengganggu efisiensi kinerja organisasi;

lebih jauh akan menghambat produktivitas yang akan mengancam masa depan

perusahaan.

Dalam lingkup organisasi perusahaan di Indonesia (pra krisis ekonomi,

terlebih pada saat krisis ekonomi) telah lama banyak terjadi aksi protes, baik

melalui aksi damai maupun kerusuhan oleh karyawan yang frekuensinya cukup

tinggi dan membuat macet jalannya aktivitas perusahaan. Melalui dari penentuan

tarif UMR sampai dengan kasus PHK yang menjadi latar belakangnya. Sebagai

contoh: kerusuhan Medan, April 1994 (Tempo 30 April 1994), aksi pemogokan

buruh di Tangerang, aksi pemogokan buruh di Perusahaan Butter Fly (Kompas,

13 April 1998) aksi demo di Perusahaan Sritex Surakarta pada bulan November

1995 (dokumentasi LAPERA 1995) dan masih banyak aksi-aksi pemogokan yang

lain. Peristiwa protes ini tidak pandang bulu terjadi, mulai dari perusahaan skala

kecil, menengah maupun yang berskala besar dan bonafid. Seperti diberitakan di

Kompas (16 November 1997), ribuan pekerja IPTN (Industri Pesawat Terbang

Nasional) mengadakan aksi mogok dan unjuk rasa menuntut kenaikan upah

bahkan di Jakarta pada 2 Mei 1998 lalu, ribuan (gabungan dari beberapa

perusahaan) mengadakan aksi unjuk rasa menuntut uang pesangon PHK dan
pemberian THR yang tidak pernah ada kabarnya, tidak hanya dengan aksi demo

damai, namun juga dengan perusahaan-perusahaan yang cukup besar

mendatangkan kerugian fisik bagi perusahaan, belum lagi kerugian tak terduga

yang diderita paabrik-pabrik yang terpaksa menghentikaan proses produksinya

(Kompas, 3 Mei 1998).

Banyak pengamat mengatakan bahwa aksi agresi yang terjadi adalah

akibat kegagalan menangkap aspirasi dari bawah yang dilakukan oleh penguasa

maupun oleeh pihak elit perusahaan, sehingga menimbulkan akumulasi persepsi

negatif dari para pekerja kepada majikannya yang dapat menumbuh suburkan

potensi aksi-aksi protes daan boikot. Sarlito Wirawan, seorang ahli dibidang

psikologi sosial yang cukup tenar, mengatakan bahwa terjadinya aksi-aksi massa

yang dilakukan buruh di dalam masyarakat adalah imbas dari tidak sehatnya

sistem komunikasi di dalam suatu komunitas, antara kalangan bawah dan

kalangan atas, si pelaksana dan pengambil keputusan (dalam acara DI BALIK

BERITA, Rabu 4 Maret 1998, SCTV). Sementara itu kalangan birokrat

mendiagnosis bahwa terjadinya aksi-aksi dan berbagai kerusuhan akhir-akhir ini

adalah karena provokasi dari pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggung jawab,

alias “menuggangi” massa untuk menggalang aksi-aksi.

Komentar-komentar tersebut barangkali ada benarnya, namun terlepas dari

itu semua, agresi menjadi warna dominan yang mencolok, karena telah terbukti

bahwa dalam aksi-aksi tersebut terdapat pernyataan-pernyataan yang bernada

memprotes, menentang, mengutuk, bahkan menyerang atau merusak. Hal ini
terlihat dari poster—poster dan spanduk yang digelar oleeh para partisipan aksi

juga berbagai tayangan yang melukiskan kemarahan karyawan.

Perilaku adalah sebuah bentuk respon individu terhadap lingkungannya.

Bagaimana seorang individu berperilaku akan sangat berkaitan dengan berapa

yang dimiliki individu tersebut. Sebelum individu memutuskan untuk

memberikan respon, maka ia harus mengadakan pemaknaan atas stimulus yang

dihadapinya. Seperti diungkapkan Yale (dalam Fishbein dan Ajzen, 1975),

persepsi akan sangat bergantung pada macam stimulus yang diterima individu,

dimana hal ini menjadi pijakan dasar bagi terbentuknya sikap, intensi, dan

perilaku individu. Jadi, tindakan manusia merupakan determinan dari persepsi

yang ada dalam diri individu (Sarlito, 1992).

Berangkat dari pengertian tersebut, tidak tertutup kemungkinan bahwa

agresi juga dipengaruhi oleh macam persepsi individu terhadap lingkungannya.

Seperti diungkapkan Baron dan Byrne (1997), faktor eksternal merupakan

penyumbang yang cukup besar terhadap munculnya agresi. Faktor eksternal

dalam hal ini dapat berupa kegagalan seseorang untuk memperoleh kesenangan

karena halangan atau adanya ketidak puasan akan apa yang dialaminya, yang akan

menciptakan pengalaman negatif bagi individu yang selanjutnya akan melahirkan

perasaan frustasi (Berkowitz, 1989). Sedangkan menurut Zanden (1984), ketidak

puasan akan membuahkan perasaan tidak nyaman dan menyebabkan seseorang

menjadi tertekan dan frustasi. Perasaan akibat ketertekanan inilah yang

membentuk potensialitas agresi.
Diperlukan suatu strategi penanganan yang cermat dan terencana untuk

meminimalisir terjadinya tindak agresi destruktif. Dalam kenyataan yang terjadi,

kebijakan represi yang sering dilakukan oleh pihak stakeholder tidak pernah,

malah justru akan memupuk dendam kolektif yang akan membangkitkan tensi

agresi yang lebih tinggi. Melakukan tindak represi hanya akan menciptakan “bom

waktu” yang pasti akan meledaak. Menyelesaikan aksi agresi perlu suatu

pemecahan yang lebih hati-hati daan realistis, sehingga permasalahan selesai dan

meminimalisir kurban yang jaatuh.

Alternatif yang cukup relevan dan bijaksanaa untuk mengelola agresi

adalah dengan diadakannya dialog antara pihak-pihak yang berkonfrontasi.

Seperti saat terjadinya demonstrasi besar-besaran di IPTN, direktur yang saat itu

dijabat oleh Prof. Dr. Bj. Habibie turun langsung untuk mengadakan dialog

dengan para pekerja. Dalam dialog tersebut terjadi tukar pengertian dan akhirnya

terbentuk suatu persetujuan bersama dan kesepakatan yang dapat mengembalikan

para pekerja untuk bekerja kembali, dan aksi dapat diredamkan. Demikian juga

yang terjadi di berbagai peristiwa demonstrasi di perusahaan-perusahaan yang

lain.

Dialog seperti itu merupakan cara yang bijaksana untuk mengatasi setiap

gejolak yang terjadi karena dengan cara ini kerugian yang lebih besar akan lebih

bisa dihindari. Dalam acara dialog tersebut terjadi proses komunikasi dua arah

antara pihak-pihak yang berada dalam proses komunikasi, terjadi pertukaran

persepsi antara masing-masing pelaku komunikasi sehingga terbangun persamaan

pengertian atau setidaknya akomodasi atas perbedaan pemahaman yang terjadi.
Campbell (1988) menyebutkan sebagai peran manajerial daan peran

operasional. Peran manajerial dilaksanakan oleh pemimpin perusahaan, manajer

dan middle manager, sedaangkan peran operasional dilaksanakan oleh tenaga

kerja (worker). Keterhubungan antar berbagai peran dalam perusahaan ini

menjadikaan organisasi perusahaan sebagai sebuah sistem. Jika perna manajerial

dan operasional dapat berjalan dengan harmonis, maka perjalanan organisasi akan

dapat berjalan dengan sehat, dengan demikian produktivitas optimal lebih dapat

tercapai, dan sebaliknya jika terjadi ketimpangan, yang terjadi adalah gejolak-

gejolak yang kontra produktif, termasuk di dalamnya adalah agresi.

Hazen dan Down (dalam Beckstrom, 1980) mengemukakan bahwa salah

satu kunci untuk menciptakan iklim dan suasana kerja yang kondusif adalah

melalui pembentukan sistem komunikasi yang dapat menciptakan kepuasan.

Komunikasi kepada semua pihak yang terlibat di dalamnya, yaitu sebuah

komunikasi yang dapat membuat pelaku komunikasi merasa dihargai, berperan

dan dipercaya dalam proses penyampaian informasi. Terkait dengan sistem

komunikasi di lingkungan kerja ada dua sistem komunikasi yang dibedakan

menurut arah komunikasi, yaitu sistem komunikasi satu arah (one way

communication proces) dan sistem komunikasi dua arah (two way communication

proces).

Sistem komunikasi satu arah (one way communication proces) atau sering

disebut komunikasi searah adalah suatu proses penyampaian informasi, emosi dan

perintah yang hanya bersumber dari komunikator kepada komunikan, tanpa

adanya kemungkinan respon balik (fedback) dari pihak komunikan sebagai tujuan
pesan (Johnson dan Johnson, 1991) sedangkan komunikasi dua arah (two way

communication proces) adalah suatu proses penyampaian informasi, emosi dan

perintah dari komunikator kepada komunikan, di mana dalam proses ini

dimungkinkan adanya respon balik dari komunikan.

Banyak pendapat mengatakan bahwa pola komunikasi dua arah lebih dapat

membangun suatu iklim yang kondusif dari pada pola komunikasi yang searah.

Komunikasi dua arah lebih memungkinkan terjadinya penawaran yang mengarah

pada suatu akomodasi antara kedua belah pihak yang melakukan transaksi

komunikasi sehingga kepuasan komunikasi dapat dicapai tanpa menimbulkan

tekanan dan salah tafsir. Komunikasi yang didominasi oleh salah satu pihak akan

menyebabkan perasaan tidak dihargai dan tekanan emosi pada pihak yang lain,

yang dipersepsikan sebagai suatu yang tidak memuaskan. Perasaan tertekan

sebagai akibat ketidak puasan yang terjadi pada individu akan memunculkan

motivasi untuk melakukan reaksi balik, yang berupa reaksi agresi kepada individu

yang lain yang dianggaap sumber tekanan, seperti dikemukakan oleh (Baron &

Byrne, 1997)

Proses komunikasi yang resiprok, (seimbang). Terbuka dan interaktif

seperti yang terdapat dalam komunikasi dua arah akan mampu menciptakan

kepuasan komunikasi karena berbagai ketegangan daan perasaan-perasaan yang

tidak nyaman (Tjosvold dan Tjosvold, 1995)

Mengacu pada pendapat-pendapat di atas, sistem komunikasi ternyata

berpengaruh terhadap pembentukan persepsi komunikasi. Persepsi atas

komunikasi yang terlalu didominasi oleh salah satu pihak dapat mempengaruhi

terbentuknya ketidak puasan komunikasi yang memperkuat potensialitas respon

agresif pada pihak lain dan sebaliknya bahwa sistem komunikasi yang terbagi

dapat menciptakan kepuasan komunikasi yang menjadikan pengalaman positif

atas proses komunikasi yang dilakukannya. Sistem komunikasi dua arah

merupakan komunikasi yang dapat memberikan peran bagi masing-masing pelaku

komunikasi untuk melakukaan share pertukaran pendapat dan persepsi, sehingga

sistem komunikasi dua arah dianggap mampu mencegah timbulnya agresivitas.

Permasalahan yang timbul adalah apakah terdapat hubungan antara komunikasi

dua arah dengan agresivitas.

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka dapat penulis tertarik untuk

mengkaji secara empirik dengan mengadakan penelitian berjudul: Hubungan

antara persepsi komunikasi dua arah dengan agresivitas pada karyawan Swalayan

Dedy Jaya Brebes.



B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
File Selengkapnya.....

Teman KoleksiSkripsi.com

Label

Administrasi Administrasi Negara Administrasi Niaga-Bisnis Administrasi Publik Agama Islam Akhwal Syahsiah Akuntansi Akuntansi-Auditing-Pasar Modal-Keuangan Bahasa Arab Bahasa dan Sastra Inggris Bahasa Indonesia Bahasa Inggris Bimbingan Konseling Bimbingan Penyuluhan Islam Biologi Dakwah Ekonomi Ekonomi Akuntansi Ekonomi Dan Studi pembangunan Ekonomi Manajemen Farmasi Filsafat Fisika Fisipol Free Download Skripsi Hukum Hukum Perdata Hukum Pidana Hukum Tata Negara Ilmu Hukum Ilmu Komputer Ilmu Komunikasi IPS Kebidanan Kedokteran Kedokteran - Ilmu Keperawatan - Farmasi - Kesehatan – Gigi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Keperawatan Keperawatan dan Kesehatan Kesehatan Masyarakat Kimia Komputer Akuntansi Manajemen SDM Matematika MIPA Muamalah Olahraga Pendidikan Agama Isalam (PAI) Pendidikan Bahasa Arab Pendidikan Bahasa Indonesia Pendidikan Bahasa Inggris Pendidikan Biologi Pendidikan Ekonomi Pendidikan Fisika Pendidikan Geografi Pendidikan Kimia Pendidikan Matematika Pendidikan Olah Raga Pengembangan Masyarakat Pengembangan SDM Perbandingan Agama Perbandingan Hukum Perhotelan Perpajakan Perpustakaan Pertambangan Pertanian Peternakan PGMI PGSD PPKn Psikologi PTK PTK - Pendidikan Agama Islam Sastra dan Kebudayaan Sejarah Sejarah Islam Sistem Informasi Skripsi Lainnya Sosiologi Statistika Syari'ah Tafsir Hadist Tarbiyah Tata Boga Tata Busana Teknik Arsitektur Teknik Elektro Teknik Industri Teknik Industri-mesin-elektro-Sipil-Arsitektur Teknik Informatika Teknik Komputer Teknik Lingkungan Teknik Mesin Teknik Sipil Teknologi informasi-ilmu komputer-Sistem Informasi Tesis Farmasi Tesis Kedokteran Tips Skripsi