Isikan Kata Kunci Untuk Memudahkan Pencarian

Hubungan Antara Persepsi Manajemen Lini Terhadap Turnover Di Manajemen Puncak Dengan Komitmen Organisasi

BAB I

A. Latar Belakang Masalah

Awal tahun 2005 sebuah biro konsultan sumber daya manusia terkemuka,

Watson Wyatt, mengadakan sebuah survei komprehensif dengan tema Work

Indonesia 2004/2005 yang membedah pandangan karyawan di Indonesia. Survei

tersebut menunjukkan sejumlah fakta menarik, diantaranya mengenai rendahnya

tingkat loyalitas karyawan Indonesia (terendah se-Asia Pasifik) dan juga

minimnya level kepercayaan terhadap manajemen senior (NN, Tabloid Human

Capital no. 10 tahun 2005).

Globalisasi yang terjadi telah memberikan dampak yang signifikan bagi

kelangsungan hidup organisasi. Globalisasi juga menyebabkan terjadinya

perubahan-perubahan yang begitu cepat didalam bisnis, yang menuntut organisasi

untuk lebih mampu beradaptasi (Lamashadi, 2002). Kondisi perekonomian

Indonesia dalam beberapa tahun belakangan ini memiliki tingkatan dinamika

organisasi cukup tinggi. Termasuk didalamnya dinamika yang terjadi dalam

manajemen puncak. Pergantian direksi Pertamina di tahun 2004, turnover

Direktur Utama Bank Mandiri dipertengahan tahun 2005 hingga penggantian

Direktur Utama PT Jamsostek dan PT Garuda Indonesia yang menjadi

perbincangan masyarakat karena penunjukkan dilakukan secara langsung oleh

Meneg BUMN tanpa melalui metode fit & proper test (Kormen, Agustus 2005),

perbedaan gaji dengan karyawan yang mencapai kesenjangan skala 1:100

ditambah dengan beragam benefit lain seperti fasilitas rumah dan mobil mewah,

club membership, hingga kemungkinan kepemilikan saham diberikan sebagai

pengikat dari perusahaan memaparkan beberapa dinamisasi yang terjadi disana

(NN, Tabloid Human Capital no. 10 tahun 2005).

Tingginya tingkat permintaan eksekutif yang terjadi dalam dua tahun

terakhir ini memberi catatan tersendiri dalam dunia bisnis di Indonesia (Adrianto

& Arief, 2005). Turnover yang terjadi pada posisi manajemen puncak (terkadang

disebut juga dengan Presiden Direktur, Direktur Utama atau Chief Executive

Officer) menandakan tingginya tingkat kompetisi yang terjadi disana. Dunia bisnis

hanya mengenal satu hukum alam, mereka yang terkuatlah yang akan sanggup

bertahan, sedangkan mereka yang lemah (tak mampu beradaptasi) akan

tersisihkan. Bila track record sang eksekutif dirasa kurang maka dewan komisaris

selaku pemilik perusahaan tidak akan segan-segan mencopot mereka. Pemecatan

pada eksekutif itu disandarkan pada beberapa alasan seperti kondisi perekonomian

yang memaksa perusahaan membuat perampingan jumlah eksekutif, regenerasi

ataupun penurunan produktivitas perusahaan (Simamora, 2001). Kebijakan

pemerintah melalui Menteri BUMN Sugiharto yang menegaskan akan mencopot

direksi-direksi BUMN bila gagal mendatangkan devisa maksimal bagi perusahaan

mereka menegaskan hal tersebut (Kormen, Agustus 2005).

Dalam pengertian generik, turnover atau pindah kerja mengacu pada

perubahan kenggotaan dari organisasi, dimana posisi yang ditinggalkan oleh

pemegang jabatan yang keluar untuk digantikan pendatang baru. Dalam

pengertian khusus, pindah kerja mengacu pada anggota organisasi yang keluar.

Dengan demikian, biasanya turnover dibagi lebih lanjut menjadi keluar secara

sukarela dan tidak sukarela (Jewell & Siegell, 1998). Turnover sukarela artinya

turnover secara inisiatif dilakukan oleh karyawan itu sendiri, dengan beragam

pertimbangan pribadi seperti faktor tawaran reward & compensation yang lebih

besar dari perusahaan lain, desakan dari pihak keluarga untuk lebih banyak

menghabiskan waktu di rumah, keinginan untuk mencari tantangan tugas yang

baru, pekerjaan yang lebih baik dan lainnya (Adhito, 2004; Simamora, 2001).

Turnover dikatakan tidak sukarela bilamana turnover tersebut dikenakan oleh

organisasi (perusahaan), karena faktor low performance ataupun karena

regenerasi. Dalam pandangan organisasi, beberapa dari pindah kerja sukarela itu

ada yang fungsional dan ada yang disfungsional. Turnover disfungsional terjadi

bila karyawan yang meninggalkan organisasi itu adalah seseorang yang justru

ingin dipertahankan oleh organisasi, dan sebaliknya turnover fungsional terjadi

pada karyawan yang memang kurang berprestasi dalam arti tidak potensial dan

dapat tergantikan (Dalton, dalam Jewell & Siegell 1998). Dan semakin tinggi

posisi yang harus diganti maka semakin tinggi pula potensi gangguan yang

ditimbulkan oleh turnover itu pada perusahaan (Staw, 1991).

Kedudukan manajemen puncak memang sangat krusial. Dengan corporate

mission yang diberikan oleh dewan komisaris, mereka diharuskan membuat

strategic link dengan wewenang dan otorita untuk melakukan perubahan-

perubahan yang diperlukan dengan tanggung jawab terbesar kepada dewan direksi

ataupun pertanggungan secara keseluruhan kepada anggota organisasi. Seorang

manajemen puncak menduduki posisi strategis yang mampu mempengaruhi

keberlangsungan perusahaan melalui segala kebijakan dan kontribusi yang mereka

berikan (Kotter, 1997).

Pandangan-pandangan miring yang disematkan karyawan pada

manajemen puncak dapat disebabkan karena manajemen puncak lebih banyak

berhubungan dengan orang-orang yang bekerja di luar organisasi perusahaannya

(pejabat pemerintah, manajer puncak organisasi lain, nasabah/pelanggan).

Didalam perusahaan ia hanya berhubungan dengan manajer madya, secara

perorangan, dan sangat jarang berkomunikasi langsung dengan karyawan di lini

pertama maupun bagian operasional (Munandar, 2001).

Tugas dan tuntutan yang diemban seorang Dirut tidaklah ringan, sebagai

puncakan tertinggi manajemen yang berdiri di bawah dewan komisaris, ia diminta

untuk mampu menetapkan tujuan, kebijakan, dan strategi dasar perusahaan

sekaligus sebagai pemegang otorita pembuatan kerjasama dengan perusahaan lain

yang secara langsung akan menggambarkan arah perusahaan dalam jangka

panjang (Kotter, 1997).

Hasil survei Watson Wyatt ini menjadi salah satu fokus perhatian bagi

perusahaan. Iklim persaingan industri dan organisasi yang kian kompetitif

mengharuskan perusahaan untuk dapat meningkatkan kinerja perusahaan dalam

upaya mempertahankan keunggulan perusahaan secara keseluruhan, termasuk

keunggulan sumber daya manusia dalam perusahaan, karena diakui ataupun tidak

aset terpenting bagi perusahaan ada pada kompetensi sumber daya manusia

mereka, termasuk dalam hal menjaga dan meningkatkan komitmen karyawan

terhadap organisasi yang kini mulai menjadi bahan pertimbangan utama di dunia

kerja. Bahkan saking pentingnya, beberapa organisasi mulai memasukkan unsur

komitmen sebagai syarat lowongan kerja di perusahaan mereka (Kuntjoro, 2002).

Priyono (2001) menandaskan bahwa keberhasilan dan kegagalan

pelaksanaan suatu rencana dalam perusahaan sangat ditentukan oleh ada tidaknya

komitmen pemimpin puncak organisasi. Tahun 1990-an perusahaan tidak akan

lagi mendasarkan persaingannya pada time, tetapi pada capabilities, yang disebut

dengan persaingan berbasis pada kemampuan. Tahun 2000-an, Chief Executive

Officer (CEO) dievaluasi dalam kaitannya dengan keahlian manajemen dalam hal

pengembangan dan pengelolaan kapabilitas mereka (Rosyadi, 2001).

Komitmen organisasi oleh Allen & Meyer (dalam Munandar, 2001)

didefinisikan sebagai suatu kelekatan afeksi atau emosi yang dimiliki individu

terhadap organisasi dengan melakukan identifikasi yang kuat, memilih

keterlibatan tinggi, dan senang menjadi bagian dari organisasi. Sedangkan Richard

M. Steers (dalam Kuntjoro, 2002) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai

rasa identifikasi (kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi), keterlibatan

(kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi) dan

loyalitas (keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi yang bersangkutan)

yang dinyatakan oleh seorang pegawai terhadap organisasinya. Steers berpendapat

bahwa komitmen organisasi merupakan kondisi dimana pegawai sangat tertarik

terhadap tujuan, nilai-nilai, dan sasaran organisasinya. Komitmen terhadap

organisasi artinya lebih dari sekedar keanggotaan formal, karena meliputi sikap

menyukai organisasi dan kesediaan aktif untuk mengusahakan tingkat upaya yang

tinggi bagi kepentingan organisasi demi pencapaian tujuan organisasi.

Organisasi memiliki beragam desain struktur hirarki yang berhubungan

dengan tingkatan jalur koordinasi dan jalur komunikasi didalamnya. Secara

tradisional, strutur organisasi terdiri dari empat tingkatan, mulai dari produksi

(operasional), manajemen lini, manajemen madya, hingga manajemen puncak.

Manajemen lini (kerap disebut juga dengan manajemen level atau manajemen

pertama) dapat diidentifikasikan sebagai penghubung antara tingkatan manajemen

dan para pekerja. Manajemen lini berperan ganda sebagai atasan, bawahan, rekan

dan wakil perusahaan. Bedanya ialah bawahannya bukan memegang jabatan

pimpinan. Manajemen lini juga disebut tenaga kerja-yang-berada-ditengah (the

man-in-the-middle) antara manajemen dan para pekerja. Sehingga jika terdapat

pandangan antara kedua pihak berbeda, maka manajer pertama akan merasa

terjepit. Dalam jalur interaksi, secara umum tingkat interaksi yang terjadi antara

pekerja bawahannya lebih besar daripada tingkat interaksi antar tenaga kerja pada

tingkatan organisasi yang lebih tinggi (Munandar, 2001).

Manajemen lini sebagai focal point dalam hirarki organisasi diproyeksikan

sebagai aset jangka panjang perusahaan yang diharapkan dan dipersiapkan mampu

meneruskan roda kepemimpinan perusahaan di masa mendatang. Lalu bagaimana

pandangan manajemen lini, sebagai line connector utama antara karyawan

operasional dengan pihak manajemen, terhadap fenomena turnover yang terjadi

akhir-akhir ini disekitar manajemen puncak? Terlebih lagi, berdasarkan beberapa

penelitian sebelumnya mengenai turnover menunjukkan bahwa suatu turnover

dapat menyebabkan turnover lanjutan dari karyawan lainnya (Krackhart & Porter,

1986). Adakah pengaruh dari penilaian akan turnover itu pada komitmen

organisasi mereka?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut menarik perhatian penulis untuk kemudian

mencoba menindaklanjuti untuk meneliti lebih jauh dengan mengambil judul

penelitian “Hubungan antara Persepsi Manajemen lini terhadap Turnover di

Manajemen Puncak dengan Komitmen Organisasi”.



B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini

adalah:
File Selengkapnya.....

Teman KoleksiSkripsi.com

Label

Administrasi Administrasi Negara Administrasi Niaga-Bisnis Administrasi Publik Agama Islam Akhwal Syahsiah Akuntansi Akuntansi-Auditing-Pasar Modal-Keuangan Bahasa Arab Bahasa dan Sastra Inggris Bahasa Indonesia Bahasa Inggris Bimbingan Konseling Bimbingan Penyuluhan Islam Biologi Dakwah Ekonomi Ekonomi Akuntansi Ekonomi Dan Studi pembangunan Ekonomi Manajemen Farmasi Filsafat Fisika Fisipol Free Download Skripsi Hukum Hukum Perdata Hukum Pidana Hukum Tata Negara Ilmu Hukum Ilmu Komputer Ilmu Komunikasi IPS Kebidanan Kedokteran Kedokteran - Ilmu Keperawatan - Farmasi - Kesehatan – Gigi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Keperawatan Keperawatan dan Kesehatan Kesehatan Masyarakat Kimia Komputer Akuntansi Manajemen SDM Matematika MIPA Muamalah Olahraga Pendidikan Agama Isalam (PAI) Pendidikan Bahasa Arab Pendidikan Bahasa Indonesia Pendidikan Bahasa Inggris Pendidikan Biologi Pendidikan Ekonomi Pendidikan Fisika Pendidikan Geografi Pendidikan Kimia Pendidikan Matematika Pendidikan Olah Raga Pengembangan Masyarakat Pengembangan SDM Perbandingan Agama Perbandingan Hukum Perhotelan Perpajakan Perpustakaan Pertambangan Pertanian Peternakan PGMI PGSD PPKn Psikologi PTK PTK - Pendidikan Agama Islam Sastra dan Kebudayaan Sejarah Sejarah Islam Sistem Informasi Skripsi Lainnya Sosiologi Statistika Syari'ah Tafsir Hadist Tarbiyah Tata Boga Tata Busana Teknik Arsitektur Teknik Elektro Teknik Industri Teknik Industri-mesin-elektro-Sipil-Arsitektur Teknik Informatika Teknik Komputer Teknik Lingkungan Teknik Mesin Teknik Sipil Teknologi informasi-ilmu komputer-Sistem Informasi Tesis Farmasi Tesis Kedokteran Tips Skripsi