BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Pertumbuhan perbankan syariah nasional relatif cepat. Berawal dari berdirinya Bank Muamalat tahun 1992 kemudian disetujuinya UU No.10 tahun 1998 yang diatur sebagai landasan hukum yang terus menggiring gerakan perkembangan ekonomi syariah di Indonesia. Dibentuknya UU RI No.21 tahun 2008 tentang perbankan syariah yang menjadi payung hukum operasional merubah bank syariah menjadi lebih terarah dan terlindungi oleh hukum negara. (Lutfiandari, 2016).
Pada akhir tahun 2016, perbankan syariah Indonesia yang terdiri dari Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) mencatatkan pertumbuhan aset, pembiayaan yang diberikan (PYD) dan dana pihak ketiga (DPK) industri perbankan syariah nasional tahun 2016 tumbuh signifikan, masing-masing sebesar 20,28%, 16,41% dan 20,84%. Total aset, PYD, dan DPK industri perbankan syariah nasional pada tahun 2016 masing-masing mencapai Rp365,6 triliun, Rp254,7 triliun dan Rp285,2 triliun. Aset perbankan syariah di tahun 2016 tercatat meningkat sebesar Rp61,6 triliun, atau tumbuh 20,28%. BUS memberikan sumbangan terbesar pada peningkatan aset perbankan syariah sebesar Rp40,7 Triliun. Pertumbuhan BUS yang signifikan mulai terjadi pada September 2016 dengan adanya konversi BPD Aceh menjadi Bank Aceh Syariah. Aset BPD Aceh mencapai Rp18,95 triliun atau sebesar 5,18% dari total aset perbankan
syariah secara keseluruhan. Konversi Bank Aceh Syariah berdampak kepada meningkatnya market share perbankan syariah terhadap perbankan nasional menembus angka psikologis 5% (five percent trap). Per Desember 2016 market share perbankan syariah mencapai 5,33% atau meningkat sebesar 0,46% dari
4,87% pada tahun 2015. (OJK, 2017)
Aspek perbankan syariah seperti perkembangan aset, dana pihak ketiga (DPK), maupun pembiayaan yang disalurkan (PYD) ketiga aspek tersebut Bank Umum Syariah terus mengalami penigkatan dari tahun ke tahun. Dapat dilihat pada grafik berikut :
Berdasarkan gambar 1.1, mengenai perkembangan aset bank umum syariah. Jumlah aset dari tahun 2012 hingga 2016 mengalami peningkatan. Pada tahun 2012 aset BUS mencapai 147,58 atau tumbuh sebesar 26,21%. Pada tahun 2013 aset BUS mengalami peningkatan sebesar Rp. 32,78 triliun menjadi Rp. 180,36 triliun atau tumbuh sebesar 22,21%. Pada tahun 2014 aset BUS mengalami peningkatan sebesar Rp. 24,6 triliun menjadi Rp. 204,96 triliun atau tumbuh sebesar 13,64%. Pada tahun 2015 aset BUS mengalami peningkatan sebesar Rp. 8,46 triliun menjadi Rp. 213,42 triliun atau tumbuh sebesar 4,13%. Kemudian pada tahun 2016 aset BUS mengalami peningkatan sebesar Rp. 40,764 triliun menjadi Rp. 254,184 triliun atau tumbuh sebesar 19,10%. (OJK, 2017)
Berdasarkan gambar 1.2, mengenai perkembangan dana pihak ketiga bank umum syariah. Jumlah DPK BUS dari tahun 2012 hingga 2016 mengalami peningkatan. Pada tahun 2012 DPK BUS mencapai Rp. 117,81 triliun atau tumbuh sebesar 22,03%. Pada tahun 2013 DPK BUS mengalami peningkatan sebesar Rp. 25,36 triliun menjadi Rp. 143,17 triliun atau tumbuh sebesar 21,52%. Pada tahun 2014 DPK BUS mengalami peningkatan sebesar Rp. 27,55 triliun menjadi Rp. 170,72 triliun atau tumbuh sebesar 19,24%. Pada tahun 2015 DPK BUS mengalami peningkatan sebesar Rp. 4,17 triliun menjadi Rp. 174,89 triliun atau tumbuh sebesar 2,44%. Kemudian pada tahun 2016 DPK BUS mengalami peningkatan sebesar Rp. 31,517 triliun menjadi Rp. 206,407 triliun atau tumbuh sebesar 18,02%. (OJK, 2017)