BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara berkembang sangat membutuhkan dana yang lumayan besar untuk melaksanakan pembangunan Nasional. Dana yang besar tersebut harus dipenuhi untuk mengejar ketertinggalan dari negara-negara maju, baik di kawasan Nasional maupun Internasional. Dalam hal pembangunan, diperlukan adanya modal atau investasi besar-besaran. Karena modal merupakan suatu aspek penting di perusahaan baik dalam pembukuan bisnis maupun pengembangannya. Oleh sebab itu, perusahaan wajib menentukan seberapa banyak modal yang diperlukan untuk membiayai bisnisnya. Dana perusahaan dapat bersumber dari dalam maupun dari luar perusahaan.
Modal dapat diartikan sebagai suatu kepemilikan yang mewakili kepentingan pemilik dalam suatu perusahaan. Pemegang saham yang memiliki modal dapat menempatkan modal tersebut pada bank dengan harapan memperoleh keuntungan di masa yang akan datang. Menurut Jahnson dan Jahnson, modal bank mempunyai tiga fungsi. Pertama, sebagai penyangga untuk menyerap kerugian operasional dan kerugian lainnya. Dalam fungsi ini modal memberikan perlindungan terhadap kegagalan atau kerugian bank dan perlindungan terhadap kepentingan para deposan. Kedua, sebagai dasar bagi penetapan batas maksimum pemberian kredit. Ketiga, modal juga menjadi dasar perhitungan bagi para partisipan untuk mengevaluasi tingkat kemampuan bank
secara relatif dalam menghasilkan keuntungan (Arifin 2006, 135-136).
Sejak tahun 1967 kegiatan penanaman modal di Indonesia telah dimulai, yaitu sejak dikeluarkannya Undang-undang Nomor 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-undang Nomor 6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Dalam kerjasama investasi pastisipasi asing melalui suatu perusahaan yang saham-sahamnya dimiliki secara bersama (joint venture corporation), relatif lebih kompleks dan diadakan dalam jangka waktu yang panjang. Modal asing yang berpatungan merupakan modal asing yang bekerja sama dengan penanam modal Indonesia, dimana saham yang dimiliki oleh pihak asing maksimal 95%, sedangkan pihak menanam modal Indonesia, minimal modalnya 5% (Salim dan Sutrisno 2008, 149).
Unsur utama dalam perkembangan dan pertumbuhan suatu perusahaan adalah Investasi. Investasi berdasarkan asetnya merupakan salah satu jenis investasi. Investasi berdasarkan asetnya adalah penggolongan investasi dari aspek modal atau kekayaannya. Pada umumnya investasi ini dibagi menjadi dua yaitu real asset merupakan investasi yang berwujud seperti tanah, mesin-mesin, gedung dan sebagainya, dan financial asset merupakan dokumen (surat-surat), kontrak- kontrak tertulis seperti saham dan obligasi (Sharpe dkk 1999, 1).
Secara umum, ada beberapa alasan bagi bank untuk go public yaitu dalam rangka menambah modal, meningkatkan ekspansi kredit, meningkatkan likuiditas perusahaan, supaya kinerjanya lebih transparan. Selain itu, perusahaan jelas mencatat beberapa hal positif dalam melakukan penawaran umum (go public), diantaranya catatan keuangan yang baik, perolehan keuntungan, pembesaran volume usaha karena membesarnya potensi laba, posisi perusahaan dimasyarakat (Nasarudin dkk 2008, 214).
Sebuah kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia (BI) untuk memproyeksikan peluang dana asing yang sangat besar ditahun 2009 terhadap perbankan syariah di Indonesia. Ketentuan yang memperbolehkan kepemilikan saham suatu bank oleh pihak asing melalui cara kepemilikan asing dan kemitraan di Bank Umum Syariah dengan batas kepemilikan maksimal 99%. Sebagaimana telah di atur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 11/3/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah. Peraturan Bank Indonesia No. 11/3/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah. Yang berbunyi:
Pasal 6 ayat 1 dan 2 menyatakan bahwa: “kepemilikan oleh warga negara asing dan/atau badan hukum asing paling banyak sebesar 99% (sembilan puluh sembilan persen) dari modal disetor Bank.”
Seperti yang diketahui bahwa Bank Syariah merupakan lembaga intermediary (perantara) yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit (pembiayaan) dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat dengan menjalankan usahanya berdasarkan prinsip syariah. Perbankan boleh dimiliki pihak asing dengan cara kemitraan karena lembaga keuangan bank merupakan instrumen yang digunakan dalam proses perekonomian suatu negara untuk membantu roda perekonomian Indonesia. Di Indonesia mendapatkan bantuan modal dengan adanya investasi modal asing diperbankan, hanya saja ada kendala yang mungkin timbul dikemudian hari yaitu karena porsi kepemilikan saham oleh pihak asing yang telah dikeluarkan terlalu besar, yaitu sebesar 99%.
Modal inti (core capital) dan kuasi ekuitas merupakan sumber utama modal Bank Syariah. Modal inti adalah modal yang berasal dari para pemilik bank, yang terdiri dari cadangan, modal yang disetor oleh para pemegang saham dan laba yang ditahan. Sedangkan kuasi ekuitas adalah dana-dana yang tercatat dalam rekening-rekening bagi hasil (mudharabah). Modal inti inilah yang berfungsi sebagai penyangga dan penyerap kegagalan atau kerugian bank dan melindungi kepentingan para pemegang rekening titipan (wadi‟ah). Ketentuan tentang aspek permodalan bank-bank syariah telah di tetapkan oleh Bank Indonesia. Bank Syariah wajib menyediakan minimum sebesar 8% dari aktiva tertimbang menurut resiko, yaitu resiko penyaluran dana dan resiko pasar, dalam hal ini resiko nilai tukar.